Refleksi Pengasuhan Anak | Persiapan Sebelum Menikah

 Mau menjejak rasa. Alhamdulillah, betapa tenang dan bersyukurnya. Malam hari, anak-anak dan suami sudah terlelap. Bunda diapit Baby Salman dan Uni Maryam, Kakak Asiyah berpelukan dengan Ayah.

Terima kasih ya Allah atas kebersamaan ini. Begitu nyaman hati bisa senantiasa bersama mereka yang dicintai.

Bagi banyak orang barat, tidur keruntelan begini bukan hal yang lumrah. Malah kadang dianggap aib. Anak bahkan bayi ‘baik’ adalah yang bisa tidur mandiri sendiri kalau perlu terpisah kamar dari orang tua sejak hari pertama. 

Syukurlah jodohku wong indo aseli, heheh. Bukan hanya itu, kami memiliki prinsip dan value yang sejalan dalam mengasuh anak-anak. Kami berdua sama-sama seneng melukin anak, keruntelan berjamaah, dekat secara fisik dan hati dengan mereka. Gak mendewakan physical detachment yang terlalu dini, sewajarnya aja sesuai usia.

Kami menikmati prosesi ngelonin anak-anak. Memeluk erat mereka di kasur kami sampai terlelap dengan tenang. Walaupun kasur kami cukup lapang (panjang 3 meter dengan menggabungkan dua matras), biasanya kami hanya pakai 2/3 bagiannya saja saking tidurnya endingnya bakal keruntelan.

Tentu gak akan selamanya begini. Rencananya nanti setelah si Kakak masuk 7 tahun dan udah settle di rumah Indonesia baru deh rencananya Kakak dan Uni Maryam belajar tidur di kamar sendiri. InsyaAllah masih sesuai guideline, di hadits kan batas maksimalnya di usia 10 tahun anak-anak sudah gak di kamar orang tua lagi (dan harus izin ketuk pintu kalau mau masuk). Ngebayangin bakal akan pisah gitu aja Ayah udah mengharu biru, melow anaknya udah gede soon gak bisa diuwel-uwel lagi. 

Saya gak bisa bayangin kalo dikasi jodoh yang bersebrangan prinsip parenting-nya. Hati saya bisa potek mereun kalo dipaksa pisah terlalu dini dari anak-anak. Apalagi sebagai ibu menyusui yang butuh akses mudah menyusui bayi sepanjang malam.

Karena bagi kami, menyusui bayi secara langsung (direct breastfeeding) adalah hak bayi dan perintah Allah yang diberikan kepada bapak namun operasionalnya dijalankan ibu. Di keluarga kami, menyusui bayi secara langsung (tanpa media lain) adalah ikhtiar utama yang patut dijadikan prioritas dan dengan sadar mengorbankan banyak hal keduniaan. Sebagai bentuk syukur, pengabdian, dan tanggung jawab sebagai orang tua. Sebuah titel yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan-Nya.

Iya ada aja lho, ibu menyusui yang ‘terpaksa’ memisahkan bayinya di kamar sendiri (bahasa jaman now nya di ‘sleep training’ ala barat) demi berdamai dengan pasangannya yang menuntut formasi begitu. Meanwhile, bagi kami lebih mending si bapak yang ngalah di kasur lain dulu daripada bayi dipisah dari ibunya. Ya, tiap keluarga sangat mungkin berbeda value dan prinsipnya.

Maka menurut saya sangat penting bagi tiap pasangan untuk berdiskusi tentang gaya pengasuhan yang diinginkan sebelum menikah. At least, cek deh pendekatan calon pasangan ke anak itu gimana. Jangan sampe misal istri maunya super lengket ke anak ala attachment parenting, tapi suami ala militer. Ya gak klop. Kasian jadi makan ati nantinya.

Begitulah, memang urusan pengasuhan anak itu sebaiknya diawali dari bab mencari pasangan. Bawa ke doa dengan maksimal, dan ikhtiar juga. Jangan ragu selidiki dan tanya mengenai hal-hal prinsipil sebelum ‘say yes’. Karena kalo udah nikah, terus ngarep pasangan berubah, tentu akan jauh lebih susah. Dimana-mana ngubah orang itu gak gampang ya kan.

Begitulah kurang lebih refleksi sebelum tidur kali ini. Hanya mensyukuri betapa kecocokan parenting style(?) urusan ngelonin anak aja udah bikin adem hati. Gak ngomongin salah benarnya suatu pendekatan sih. Karena tentu tiap keluarga punya value dan budaya masing-masing. 


masyaAllah tabarakallah
yes, you are loved dear baby

“Pengasuhan adalah tentang mempersiapkan anak-anak untuk tidak bergantung padamu lagi; sedikit demi sedikit, hari demi hari. Enjoy the process while it lasts.”

“Dan bagi para ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf..” (QS. 2: 233)


Comments

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia