Kembali Ke Indonesia
Semoga nanti masih bisa ketemu Mbak Fitri kalo kami ke Solo atau mereka ke Jakarta. Bisa nemuin family friends yang klop itu (buat orang introvert kaya saya) sungguh berharga. Gak mudah bagi saya untuk membuka diri dan menyerahkan hati(?) pada orang lain. Sedang Mbak Fitri dan Mas Nugh begitu mudahnya klop, satu frekuensi bahasa jaman now-nya. Karena memang mereka (masyaAllah tabarakallah) se-lovely itu. Apa adanya aja rasanya. Gak perlu ada yang ditutupin atau takut sakit hati(?).
Pulangnya Mbak Fitri ke tanah air sekaligus mengingatkan bahwa (kalau semua sesuai rencana, insyaAllah) kepulangan saya dan anak-anak juga hanya hitungan bulan. Rencananya bulan Juni saya dan anak-anak akan pulang duluan ke Indonesia, demi ngejar Kakak Asiyah mulai masuk SD. Ayah masih di Belanda melanjutkan ikatan kerja sampai ada jalannya ikut pulang dan berkarir di Indonesia, aamiin.
Artinya, kami sudah harus count down juga dan mulai bersiap. Mulai sortir barang yang bisa dibuang / yang akan di kargo ke Indonesia, sampai nyicil bebenah rumah.
Kurang lebih empat bulanan lagi aja waktu saya dan anak-anak dirantau, setelah hampir tujuh tahun berpisah dari tanah air. Tujuh tahun yang begitu berarti mengajarkan dan mengubah banyak hal. Tujuh tahun yang saya butuhkan dalam kurikulum pendidikan diri dari Allah. Tujuh tahun yang mengubah saya si anak mami, jadi ratu rumah tangga dengan tiga orang anak yang bergantung penuh.
Bismillah ya, semoga bisa lebih rajin ngepost catatan memori disini. Semata buat dibaca dan direfleksikan nanti. Karena waktu berkesan adalah bahasa kasih saya, dan saya sangat menikmati jejak-jejak memori. Tentunya kenangan persaudaraan dengan Mbak Fitri (dan Mas Nugh) salah satu yang ingin saya abadikan disini.
Diantara Uni Maryam dan Baby Salman yang tertidur pulas,
Eindhoven, 29 Januari 2021, 21.05
Comments
Post a Comment