Instagram, Yay or Nay? #Day4

Aplikasi yang satu ini tentunya udah ga asing lagi bagi berbagai kalangan, baik di Indonesia maupun secara global. Teringat zaman kuliah dulu, waktu IG belum serame sekarang, saya sempat ogah banget sama aplikasi satu ini . "Harus upload foto tiap posting? Hah?" Pikir saya waktu itu. Ya saya bandingin sama Twitter (yang lagi saya gandrungi di masa itu), jelas aja bingung dong kalo mau posting aja kok perlu nyari foto dulu. Ribet!

Saya pun berasumsi isinya bakal banyak promosi terselubung, soft selling strategy, dsb. Dengan kata lain, IG udah kayak 'pasar', artinya? Bahaya bagi keamanan rekening jiwa wkwk.

Sampai akhirnya saya merasa Twitter dan Path udah ga sesuai dengan kebutuhan saat itu. I need bigger ''window" to see the world, as well as to reach wider crowd. Kesempatan untuk mencari inspirasi maupun untuk menumpahkan pikiran lebih terbuka lebar di media yang masanya lebih ramai (terutama bagi lingkaran pertemanan saya), dan IG lah jawabannya.

Maka di akhir tahun 2014, saya pun akhirnya luluh membuat akun di IG. Sekaligus mengucapkan selamat tinggal pada Twitter yang sudah dipake dari akhir tahun 2011. Kenapa ga dipake keduanya? Awalnya sih iya, tapi ga kepegang sis :)) tanganku hanya dua, lima-lima jarinya #eh #jadinyanyik

Cara donlotnya gampang banget. Tinggal open Apple store atau play store, lalu ketik 'instagram'. Bikin akunnya sign up aja dan isi form-nya deh. Kita perlu satu email untuk pendaftarannya.

Apakah benar asumsi saya sebelumnya terhadap IG bahwa isinya kebanyakan orang jualan? Iya, tapi ga semua. Masih banyak akun-akun kaya manfaat yang berbagi tentang hal-hal berfaedah dalam hidup, reminder diri, maupun inspirasi. Walau gak sedikit juga yang isinya cuma membazir waktu dan space pikiran. Pinter-pinter kita deh milih input untuk diri.

Jadii, Instagram Yay or Nay?

It depends.

Bagi saya IG kaya pisau aja. Bisa bermanfaat kalo digunakan secara benar dan sesuai aturan. Dan bisa melukai kalo serampangan.

Setelah trial error sekian waktu, inilah beberapa prinsip yang berusaha sy pegang dalam bersosmed;
- Disiplin waktu. Ga main sosmed seharian. Amannya pas anak bobo aja atau lagi aman main sendiri/ada yang jaga.

So far saya udah berkali-kali putus-sambung sama IG. Bisa saya detoks seminggu, baru akhirnya donlot lagi. Biasanya kalo udah terlalu attach, atau kalo lagi pengen fokus di kehidupan nyata. Saya ga mau kehidupan maya 'lebih baik' dari kehidupan di alam nyata. Socmed ya sambilan aja, amal ibadah yang utama ya di keluarga.

- Hanya menikmati dan memberi konten yang benar (true), bermanfaat (give benefit), baik/santun (nice), perlu (necessary). Kalo ga pake rambu itu, bisa tenggelam dalam arus ikut-ikut orang atau kesia-siaan.

Saya sendiri ga tertarik follow orang sekedar karena banyak-orang-follow-dia, apalagi kalo isinya cuma highlight kehidupan penuh glamour dunia(?). Oh tidak, saya ga yakin apa hati saya bisa terbebas dari angan-angan kosong, kepengen yang ga perlu, ikut-ikut latah ngikutin gaya hidup tertentu, dkk. Saya cenderung menghindari akun yang isinya penuh keduniaan semata, saya masih lemah iman, bisi kebawa-bawa. Yang jelas manfaat aja masi banyak insyaAllah. Saya mau akun yang mendakwahkan kita ke jalan Allah, yang bikin diri kita lebih baik, bukan ke kehidupan pribadinya, bukan ke sosok tertentu. Saya tim 'ga semua temen di dunia nyata harus di follow di dunia maya'. Karena kenyataannya ga semua orang yang baik di dunia nyata memberi faedah di dunia maya. Sorry for being too blunt in this part.

Ada beberapa akun yang menurut saya bagus, terutama untuk reminder dan spoiler ilmu=
@act_elgharantaly
@angellafransisca
@fiqihwanita_
@ummubalqis.blog
@yasminmogahed
@nadhirarini
@febriantialmeera
Dsb. Kalo kamu sukanya ngikutin siapa? :)

Saya masih belajar terus sih, semoga Istiqomah. Mari bersosmed secara bijak!


Comments

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia