Komunikasi Produktif Pada Anak Day 9

Kata siapa mudah jadi orang tua? Terutama bab mengalahkan ego, menjaga emosi, tetap waras di kondisi-kondisi tidak ideal.

Waras ke anak di kondisi nyaman sih relatif mudah ya. Saat anak lagi manis, kita lagi gak capek, gak ngantuk, emosi stabil. Tapi saat kondisi sebaliknya? Hanya yang kuat (iman) lah yang mampu bertahan tanpa membawa sesal.

Bun, emosi itu nyeselnya di akhir. Inget.

Saya masih mencari cara mendidik dengan ketegasan yang tepat, yang ga terkontaminasi amarah maupun nafsu, yang ga menyakiti.

Seorang ibu itu jadi saksi saat anaknya jadi semanis-manis little creature, sekaligus jadi saksi juga di masa-masa menguji kesabaran.

Gimana cara mengingatkan yang elegan? Menghadapi ledakan emosi anak dengan cool? Menjadi pribadi yang bermental kuat dan positif sepanjang hari?

Latihan, Bun.

Sangat wajar manusia (seorang ibu teh manusia kan?) ga langsung bener ngelakuin sesuatu, jangan berputus asa. Bangkit lagi. Belajar lagi. Tiap hari adalah kesempatan dari Allah untuk memperbaiki diri.

Bun, masih pengen kan jadi ibu yang bisa jadi tempat berpulang jiwa anak sepanjang waktu? Sampai ia dewasa sekali pun? Ibu yang bisa menjadi perantara rasa tenang dan memberi pendidikan?

Saya ga mungkin nulis detil aneka episode bersama anak disini. Cukuplah rangkaian hikmah yang diabadikan.

- Jangan marah. Sengeselin apapun lengking tangisnya, semengganggu apapun rengekannya, dengarkanlah dengan pendengaran cinta. Ia bukanlah monster kecil yang tujuan hidupnya menguji kesabaran. Ia adalah manusia kecil pembelajar yang sedang berproses jadi manusia yang bertakwa, rahmatan lil alamin, insyaAllah
- Jaga adab sama orang tua. Jangan melulu kebodohan menenggelamkanmu. Gimana kita memperlakukan orang tua, begitu pula anak akan merekam dan memperlakukan kita kelak.
- Berdoa minta hati yang penuh cinta dan pandai bersyukur.
- Jangan bahkan sekedar nasihatin dia di depan umum. Pas di Swedia sih asa lebih mudah ya. Seringnya kita-kita aja. Nah hidup komunal di Indo pas mudik begini, bab ini jadi ujian. Bawaan otomatis pengen benerin anak dengan dalih pendidikan saat itu juga (atau terkontaminasi riya', Bun?). Apalagi ngomelin. Duh kasiannya anak. Inget Bun, saat kita menunjukan kasih sayang pada anak di depan orang, boleh jadi orang yang melihat turut mencontoh, jadi benteng anak krn orang jadi tahu kalo kita teh sayang dan ngelindungin anak. Kalo sebaliknya? Rela anak ga disayang orang sekitar? Jangan sampe itu gara-gara emaknya sendiri.
- Sadar Bun, momen anak nguji kesabaran (yang seringkali juga bukan salah anak. Da anak 2.5 tahun mah apa iya manipulatif?) itu dikiiiiit dan ga ada apa-apanya dibanding segalaaaaa kebahagiaan dan kepinterannya. Yang bisa disyukuri itu lebih banyaaakk. Inget kata Bu Septi, kita ini fokuslah 'Meninggikan gunung, bukan meratakan lembah'. Tiap anak pasti ada kurangnya, dan pasti juga ada lebihnya. Kalo kita fokus ke positifnya, sisi baiknya, insyaAllah akan ditambah. Bersyukur.

Kenapa hal-hal abstrak begini saya tulis jadi diary komprod anak? Karena penerapan teknik komunikasi yang baik itu 'ekor' dari perasaan atau hal yang abstrak model begini. Menurut saya ya.


Naha ini kaya selftalk gini isinya ya. Gapapa. Bagian dari belajar dan Selfhealing.

Makasi ya Allah udah memberi hamba hari ini untuk berusaha jadi pribasi yang lebih baik lagi. Makasi ya Allah untuk karunia anak, jadikanlah ia penyejuk mata untuk kami.

Maafkan diri ini yang belum sempurna dalam menjaga amanah tak ternilai dariMu. Bimbinglah kami setiap saat.

Comments

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia