Berlian Berharga Bunda
Menjadi orang tua...
Sungguh celaka tanpa ilmu,
Kata siapa mudah dan cukup mengalir begitu saja?
Setidaknya tidak bagiku,
Nyatanya melalui peran ini aku belajar banyak, evaluasi diri lebih banyak,
Melalui peran ibu, aku belajar mencintai dengan tulus sekaligus memberi pendidikan di satu waktu.
Tak sederhana sungguh,
Diantara tegas dan menyalurkan kasih sayang
Diantara memahami tapi juga menyampaikan nilai bagaimana seharusnya bersikap
Diantara pujian dan doa
Diantara idealitas dan keterbatasan diri
Diantara harapan dan realita
Semoga tak ada luka, yang kami menjadi penyebabnya.
Jagalah hati putih bersih seluas samudera ini ya Rabb..
Jagalah kebersihannya, ketulusannya, kelembutannya.
Jagalah hatinya, bahkan dari diriku sendiri..
******
(tulisan dari status FB Jayaning Hartami)
Sungguh celaka tanpa ilmu,
Kata siapa mudah dan cukup mengalir begitu saja?
Setidaknya tidak bagiku,
Nyatanya melalui peran ini aku belajar banyak, evaluasi diri lebih banyak,
Melalui peran ibu, aku belajar mencintai dengan tulus sekaligus memberi pendidikan di satu waktu.
Tak sederhana sungguh,
Diantara tegas dan menyalurkan kasih sayang
Diantara memahami tapi juga menyampaikan nilai bagaimana seharusnya bersikap
Diantara pujian dan doa
Diantara idealitas dan keterbatasan diri
Diantara harapan dan realita
Semoga tak ada luka, yang kami menjadi penyebabnya.
Jagalah hati putih bersih seluas samudera ini ya Rabb..
Jagalah kebersihannya, ketulusannya, kelembutannya.
Jagalah hatinya, bahkan dari diriku sendiri..
******
(tulisan dari status FB Jayaning Hartami)
Dalam suatu majelis, Rasulullah Saw. mengingatkan para sahabatnya,
“Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka. Allah Swt. memberi rahmat kepada seseorang yang membantu anaknya sehingga sang anak dapat berbakti kepadanya.”
“Hormatilah anak-anakmu dan didiklah mereka. Allah Swt. memberi rahmat kepada seseorang yang membantu anaknya sehingga sang anak dapat berbakti kepadanya.”
Salah seorang sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana cara membantu anakku sehingga ia dapat berbakti kepadaku?”
Nabi menjawab, “Menerima usahanya walaupun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak membebaninya dengan beban yang berat, dan tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya.”
(H.R. Abu Daud)
(H.R. Abu Daud)
Bakti anak..
Entah kenapa, lidahku selalu kelu membicarakannya.
Ada banyak sekali tulisan dan kajian yang membahas penting dan wajibnya seorang anak untuk berbakti pada orang tuanya.
Tetapi pernahkah berhenti sebentar untuk bertanya, 'Bagaimana membuat anak ringan hatinya untuk berbakti pada Ayah Ibunya?'
*
"...Dengan menerima usahanya walaupun kecil.."
Bagian ini menampar nampar kita yang terbiasa memberi atensi "sekedarnya", ketika anak memanggil manggil antusias saat berusaha menunjukkan hasil karyanya..
Atau tentang perkataan kita yang merendahkan kemampuannya, "Ah kamu Kak, begitu aja masa gak bisa?"
Lalu membuat jiwanya mendadak kerdil, merasa tak pernah cukup berharga di mata orang tuanya..
atau tentang hari hari dimana perhatian kita terpecah, sok serius mendengarkan cerita anak tapi hp tak pernah lepas dari tangan..
**
"..Memaafkan kekeliruannya.."
Redaksi ini mencubit kita yang sulit sekali sabar menanti progress kemampuan anak anak kita.
Anak anak yang sedang belajar makan mandiri, lalu tak sengaja menumpahkan kuah sayur saat ia berinisiatif mengambil lauknya sendiri.
Kita fokus pada tumpahannya. Kita hardik mereka dengan kalimat yang menjatuhkan. Kita lupa, bahwa ada niat baik dan inisiatif anak yang mengawali itu semua..
Juga tentang anak yang berusaha mencoba lakukan beberapa hal, tetapi lalu ia gagal.
Lalu kita sibuk mengevaluasinya, memberi kritik sana sini tanpa henti. Kita fokus pada hasil yang ia dapatkan, luput mengapresiasi gigihnya usaha yang sudah ia lakukan..
***
"..Tidak membebaninya dengan beban yang berat.."
Adalah tentang kita -orang tua- yang seringkali salah menakar kemampuan anak.
Mungkin ini tentang anak anak di rumah kita..
Tentang balita yang baru saja menjadi Kakak, yang lalu kita harapkan ia otomatis mampu tampil dewasa, tak cari perhatian, dan bisa diminta bantu mengurusi adiknya.
Padahal balita kita sama seperti adik bayinya, masih butuh atensi penuh ayah ibunya. Dia belum mengerti peran kakak, apalagi kewajiban yang menyertainya.
Kewajiban?
Ah.. bukankah berapapun jumlah anak yang kita tambah, sejatinya semua itu adalah tanggung jawab kita, dan bukan kakak kakaknya?
****
"..Tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya.."
Adakah ini tentang kita?
Yang ketika kita kurang meluangkan waktu, anak pun mencari perhatian lewat beberapa perilaku. Lalu kita kesal, memberinya beberapa sebutan yang mengecilkan dirinya, mengerdilkan jiwanya, melukai hati kecilnya..
Juga tentang kita yang enggan bertabayun dengan anak sendiri. Terlalu tinggi hati untuk sekedar mencari klarifikasi kenapa anak melakukan itu dan ini. Lalu terburu memberi justifikasi, bahwa yang anak lakukan adalah salah.. salah.. dan salah..
******
"Allah merahmati ia yang membantu anaknya agar dapat berbakti kepadanya..," begitu Rasulullah berkata.
Karena bakti ini urusan hati. Perkara kedekatan emosi. Ini tentang intimasi..
Sebesar apapun kekayaan anak kita nanti. Setinggi apapun karirnya. Kalau hatinya gak bertaut dengan hati kita, sulit diharapkan baktinya muncul secara sukarela..
Tetapi anak anak yang disayangi dengan tulus tanpa pamrih. Akan memiliki energi yang sama untuk berbakti kepada orang tua mereka.
Bakti yang tanpa perlu disuruh. Tanpa butuh diminta. Sebab hati mereka sudah dipenuhi dengan cinta pada Ayah Ibunya..
Bakti anak bukan sesuatu yang terberi. Tapi dibeli.
Dengan kesungguhan mendidik, dengan memberi yang terbaik, dengan cinta tak bersyarat, dengan mengasihi tulus tanpa putus..
Anak yang lekat hatinya dengan Ayah Ibunya, akan selalu hadir hingga masa tua kita tiba.
Dan mereka akan perlakukan kita, persis.. sebagaimana kita perlakukan mereka di masa kecilnya..
💜Jayaning Hartami
Comments
Post a Comment