Steps, Iterations and Pivots

Memang luar biasa ya cara Allah mendidik tiap hamba-Nya..

Ceritanya besok saya mau midterm exam, masih banyak sih bahan yang harus dipelajari, tapi saya sangat menikmati mata kuliah ini. Judulnya; Creating New Business. Pengajarnya masih muda (kisaran 30an tahun) yang sudah membidani aneka startups.

Yang bikin jatuh cinta itu isi materinya membuka mata saya. Ada kurang lebih 10 reading maupun buku untuk bahan exam besok. Dan sejauh ini menarik pisan. Jadi, selama di bangku S1 kemarin, saya kerap bertanya-tanya, sekalipun saya tergabung dalam kelompok asisten lab inovasi dan organisasi, masih banyak hal yang membuat saya bingung.

Katakanlah, tentang business plan. Sepanjang S1, rasanya ada kali tiga atau empat business plan yang dibuat. Apakah membuat saya puas? Enggak, karena nyatanya ada yang mengganjal. Seringkali di masa itu kita ditugasin bikin business plan ceritanya dalam rangka 'menciptakan startup', tapi nyatanya business plan itu rigid sekali. Belum lagi proyeksi finansial yang dibangun atas aneka asumsi yang belum terbukti. Tentunya bisa seketika tak berarti saat eksekusi. Ya, wajar si karena judulnya disodorkan untuk investor, pasti butuh angka pasti. Tapi masalahnya, bagi perusahaan yang baru berdiri belum ada yang pasti. Bahkan segmen customer pun bisa berganti.

Dalam salah satu paper yang jadi bahan bacaan untuk exam besok, judulnya "The Startup Owner's Manual" karya Blank and Dorf (2012), dikatakan bahwa lebih cocok pegangan startups itu adalah business model canvas yang berisi sembilan blok (mulai dari value preposition sampai distribution channel, saya sertakan sumbernya di bawah) yang dinamis ketimbang business plan (ini untuk tahapan nanti, belum awal-awal). Startups dibangun berdasarkan visi dari pendirinya. Kerjaan startups di awal adalah memvalidasi hipotesis atau asumsinya khususnya tentang customer (apa masalah mereka yang mau dipecahkan? siapa customer itu? apa fitur yang berarti bagi mereka? dsb), dan yang paling baik yang melakukan validasi itu adalah pendirinya sendiri. Untuk mengurangi bias informasi dari bawahan yang dari sanananya ga enakan ngasi bad news, apalagi konsultan yang bisa jadi diiringi motif untuk memperpanjang kerjasama konsultasi.

business model canvas, (Osterwalder, 2009)

Artikel ini mengenalkan pendekatan baru yang namanya customer development model, sebagai pelengkap dari pendekatan lama yakni traditional product introduction model yang lebih cocok diterapkan pada perusahaan yang sudah jelas dan diketahui customernya dan fitur-fitur yang diharapkan. Pendekatan ini menekankan pada pembelajaran berulang (iterative learning) dan penemuan (discovery) sebelum eksekusi.

Model ini menekankan fokus pada customer dulu sebelum membentuk aneka fungsi seperti marketing, sales, dsb. Pertama membuat asumsi atau hipotesis di setiap blok dalam business model canvas sesuai dengan visi pendiri lalu di tes di lapangan. Cara mempelajari customer ini juga diajarkan tekniknya tersendiri; prototype it (video terlampir di bawah).

Fitzpatrick - Prototyping Everything


"There are no facts inside your building, so go outside.." (Blank and Dorf, 2012)

Model ini menjelaskan tentang empat tahapan proses yakni customer discovery, customer validation, customer creation, barulah company building. Proses ini masing-masing bersifat iterasi dan bila ada yang perlu diperbaiki maka ga masalah untuk dilakukan perubahan substantif atas salah satu blok dalam business model (perubahan ini disebut pivot).


source: 
https://steveblank.com/category/customer-development-manifesto/page/4/

Err.. Jadi kemana-mana jelasinnya..

Jadi yang jadi insight bagi saya adalah saat membandingkan pendekatan ini dengan pendekatan sebelumnya tidak memberi ruang bagi learning dan stepbacks. Proses yang dikerjakan ibarat air terjun yang beres proses satu maka langsung lanjut ke proses lainnya. Kesalahan atau eror di lapangan dikategorikan sebagai kegagalan yang bisa mengakibatkan hilangnya jabatan. Sedangkan kalau menurut customer development model, kesalahan itu hal biasa, maju dua langkah lalu mundur selangkah itu dibutuhkan. Iterasi, mundur kebelakang, belajar dari kesalahan.

"Learning that hypothesis is wrong is not a crisis" (Ibid)

Buat orang yang suka berat menerima kenyataan yang ga diharapkan seperti saya, paper ini sangat membuka mata dan menempa diri. Bahwa salah itu hal biasa, dan belajar dari kesalahan itu justru perlu. Berhenti sebentar, merubah apa yang perlu diubah (pivot) itu penting.

Saat direfleksikan lebih dalam, memang inilah salah satu tujuan utama saya kuliah lagi. Untuk memperbaiki mental dan kualitas diri. Karena hal yang tampak dibangun dari apa-apa yang tidak tampak.

Segini dulu ya, semoga lain kali bisa dibagi lebih jelas. Masih banyaaaak yang harus dipelajari. Dan sebagaimana ilmu dunia lainnya, sangat mungkin berubah di kemudian hari, sebagaimana duluuu business plan udah bagai 'mantra' di tiap membuat suatu bisnis baru.

Pukul 3.20 dini hari,
Kembali menatap paper yang menarik sekali,
meletup-letupkan semangat dan asa tentang kemudian hari..

Bismillahirrahmanirrahim.. Mohon doanya :)




Reference:
Blank, S. and Dorf, B. (2012). The startup owner's manual: the step-by-step guide for building a great company. K&S Ranch. Chapter 1, 2.
Ini tentang business model canvas,
Osterwalder Osterwalder, A. (2009). Business Model generation. http://www.businessmodelgeneration.com/downloads/businessmodelgeneration_preview.pdf

Comments

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia