#NHW3 Surat Cinta

Surat Cinta untuk Mas

Assalamualay'kum Ayah, Mas Ei..

Hampir lima tahun sudah kita menikah ya, Mas. Alhamdulillah.. Alhamdulillah..

Kehadiran Mas buat aku, adalah penyeimbang terindah. Iya, kita berbeda dalam aneka hal, tapi perbedaan itulah yang kita butuhkan untuk saling menguatkan. Aku yang begitu mendahulukan rasa, dan Mas yang lebih rasional dan mengedepankan logika. Kita butuh keduanya, dan karena itulah hubungan kita menjadi istimewa.

Dulu, waktu awal nikah, teman-teman suka bertanya, kenapa aku mau nikah sama mas. Nyatanya, pertanyaan itu kebalik, aku lah yang sering sekali, bahkan sampai saat ini, bertanya ke mas pertanyaan yang sama "kenapa mas mau nikah sama aku?" Walaupun kadang (seringnya deng hehe) itu pertanyaan jebakan, sekedar memberikan kesempatan mas untuk ngegombal :P tapi sering juga aku beneran nanya..

Mas, mas tahu gak? Aku ngerasa bersyukuuuuurr banget menjadi istri Mas. Mas adalah sosok yang begitu lembut, penyayang, lebih sensitif dan lembut hati dibanding aku yang padahal dalam banyak hal aku sering mendeklarasikan mengedepankan perasaaan, heu. Mas paling ga bisa liat aku manyun lama, mas ga akan meninggalkan aku dalam keadaan sedih. Itu semua mencerminkan kebersihan hati Mas. Dan aku, sangat bersyukur dengan itu. Ga pernah mas menyakiti aku, apalagi membentak, apalagi kasar.

Jauh sebelum menikah, aku berazam untuk memilihkan calon ayah yang lembut tutur dan cinta anak-anak untuk calon anakku. Dan kini, aku rasa anak-anak kita akan sangat berterima kasih atas kehadiranmu. Setidaknya aku sebagai ibunya, telah melakukan tugasku sebaik yang aku mampu, untuk memberikan sosok ayah yang baik untuk mereka. Iya, Mas adalah perwujudan doa panjangku dulu, jauh sebelum aku mengenal Mas..

Mas tahu, aku bukan berasal dari keluarga yang hubungannya berisi peluk-cium, keluargaku punya bahasa cintanya tersendiri dan aku ga menyalahkan itu. Tapi melalui mas, aku jadi tahu berartinya pelukan dalam menguatkan rasa. Pelukan mas, yang ga pernah terlupa seharipun, selalu berhasil menghangatkan aku, dan mendidikku untuk lebih peka. Banyak yang bilang, kalau sudah menikah tahunan, lama-lama bisa jadi saling hambar, bahkan lupa kapan terakhir saling menggegam tangan ataupun saling memeluk tulus. Tapi kelembutan hati mas, selalu terwujud tiap harinya, di tiap kesempatan untuk memeluk, atau sekedar mengelus kepalaku, semua berarti, semua menjadi pendidikan untukku yang sebelumnya tak terbiasa dengan yang semacamnya.

Mas tahu, tiap orang punya luka masa lalu, entah dari pengasuhannya, entah dari kisah hidup lainnya. Dan aku kerap berjuang mengendalikan emosiku. Dari Mas, aku belajar untuk lebih tenang, untuk lebih runut dan lembut dalam bertutur. Aku pelan-pelan terbantu dalam memperbaiki diriku..

Terima kasih sayang, sudah menjadi pendukung dan penyokongku nomer satu untuk terus menjadi versi yang lebih baik dari diriku. Mas tahu, kalau tidak diingatkan terus, aku cenderung diam dan menerima. Tapi mas ga pernah bosan mengingatkan aku untuk terus bergerak, memanfaatkan potensi yang Allah berikan bagi tiap makhluknya, untuk terus berusaha mengambil ladang amal yang ada. Terima kasih, sayang, semuanya sangat berharga.

Semoga Allah kekalkan rasa kita hingga dapat berkumpul kembali di Jannah-Nya, disebaik-baik tempat kembali. Semoga Allah mampukan aku untuk menjadi istri yang shalihah, terus memperbaiki diri hingga Mas bisa ridho.. Aamiin

I love you. Adek sayang Mas, karena Allah :)


source: pinterest

Potensi dan kekuatan diri Asiyah Rania

Asiyah Rania sayang,
Tahu gak? Asiyah adalah perjuwudan doa-doa panjang Bunda, Ayah, Oma, Opa, dan banyak orang lainnya. Setahun lebih nak, kami menanti kehadiranmu. Dulu, Bunda dan Ayah terpisah jarak cukup lama, dan Allah Maha Tahu saat yang terbaik, kau hadir tepat disaat kami bisa tinggal bersama lagi. Alhamdulillah..

Sedari awal menyadari kehadiran Asiyah di rahim Bunda, Bunda sudah meminta khusus pada Allah, agar kelak Ia berikan anak yang lembut hati dan penyayang. Tahukah kamu sayang? Saat ini Bunda merasakan Allah menjawab doa-doa Bunda dengan sangat indah. Sedari hari pertama lahir, Bunda tahu kau istimewa. Kau begitu menikmati kontak fisik dengan Bunda, senangnya dipeluk dan disayang. Sampai sekarang pun begitu. Tiga bulan pertama, kau baru akan tidur lelap diatas badan Bunda. Dan Bunda akan terus berada disamping Asiyah sampai kau terbangun lagi. Siangpun tak jarang Bunda harus sambil menggendongmu untuk dapat beraktivitas. Bunda menikmati semua itu nak. Karena Bunda tahu, waktu-waktu kecilmu ini sangat berharga, tak akan terulang lagi. Kalau itu yang dibutuhkan untuk menjaga kelembutan hatimu, Bunda insyaAllah senang hati memenuhinya.

Sedari bayi, Asiyah cepat aware dengan sekitar. Kadang Bunda merasa Asiyah terlalu sensitif, tidak seperti bayi pada umumnya yang cenderung cuek pada aneka perubahan lingkungan. Salah satu teman Bunda pernah bilang waktu usia Asiyah sekitar 3-4 bulan, bahwa pandangan mata Asiyah beda, begitu tajam seperti sudah berpikir. Seiring berjalannya waktu, Bunda merasa ada benarnya, kau cepat sekali menyerap informasi. Kau sudah bisa mengucap kata sejak usia 11 bulan, ratusan kosa kata di usia sekitar setahun, dan sebelum usia 2 tahun kau sudah bisa berbicara dengan fasih dan kompleks. Kau juga cepat sekali menghafal dan mengingat, sekarang di usiamu 27 bulan, tak kurang sepuluh surat sudah dapat kau lantunkan dengan antusias. Lahaulawalakuwwata ilabillah..

Sekarang Asiyah sudah sekolah, Mamta gurumu bilang bahwa kau begitu cepat dan nyambung melakukan instruksi, kerap kali ia harus menyiapkan tugas tambahan karena kau lebih cepat selesai. Baru semalam, kami melihat video terbaru perkembanganmu dari sekolah, isinya anak-anak yoga di kelas, dan ya, kau mengikuti arahan gurumu dengan tertib dan teratur. MasyaAllah..

Apapun itu, terlalu dini bagi Bunda untuk mendikte tiap potensimu. Tapi semoga catatan ini bisa menjadi pengingat, penambah semangat, dan membantumu dalam menentukan arah nantinya. Ingat ya nak, sehebat apapun kita, bagi wanita posisi termulia adalah saat menjadi istri dan ibu. Yang karenanya Khadijah RA mendapat salam langsung dari Allah melalui Jibril. Tentu kau juga harus mengoptimalkan anugerah potensi yang Allah berikan, sesuai dengan aturan cinta-Nya, karena tiap arahan-Nya sejatinya untuk kebaikan kita nak. Ia yang lebih tahu tentang apa-apa yang baik untuk kita, karena Ia lah yang paling mencintai kita, bahkan melebihi orang tua ataupun diri kita sendiri.

Potensi diri Bunda. Kenapa saya dihadirkan di tengah-tengah keluarga seperti ini dengan bekal kekuatan potensi yang Allah berikan?

Terkait dengan tugas pertama dulu, saya merasa memiliki ketertarikan dalam kepenulisan. Dari dulu saya sudah memiliki azam tersendiri disini.

Flashback ke masa lalu, saat itu di akhir masa SD. Salah seorang sahabat saya mengenalkan saya pada novel remaja islami, judulnya "Catatan si Olin", buku serial terbitan Dar! Mizan. Buku itu kelak mengantarkan pada buku sejenis lainnya, tak kurang satu rak buku penuh berisi novel dan buku islami yang saya kumpulkan. Buku-buku itulah yang mendorong saya untuk terus menggali diin islam, dan akhirnya saya memutuskan dengan sadar dan sengaja untuk berjilbab saat SMP. Langkah yang sangat saya syukuri sampai saat ini.

Tak disangka, kelak buku-buku itulah yang akan"menyelamatkan" saya. Allah menakdirkan saya untuk masuk SMP swasta yang walaupun berjudul islami, tapi nyatanya saya kaget karena lingkungannya tidak seperti yang saya bayangkan. Saya menjadi satu-satunya yang berjilbab seangkatan. Bayangkan, saya baru saja belajar mengenakan jilbab, dan langsung berada di tengah-tengah lingkungan yang membuat saya terasing. Pertanyaan semacam, "Emang ga panas ya?", "Bagusan ga pake kerudung tahu, rambut kamu sayang ketutup.", sampai "Emang kenapa sih pakai kerudung?" menjadi makanan sehari-hari. Dan buku-buku (novel) islami, yang menjadi pelarian saya. Dari buku-buku itu, saya menguatkan diri, bahwa diluar sana, ada kok lingkungan yang menjunjung tinggi aturan-Nya, ada kok ikhwan dan akhwat seperti yang digambarkan dalam novel, ada kok 'makhluk' bernama ROHIS itu, dan sebagainya.

Bersamaan dengan itu, justru dimasa-masa saya kerap merasa terasing inilah Allah terasa begitu dekat. Begitu mudah Ia mengabulkan pinta saya, menyelamatkan saya dari aneka kondisi yang tidak ideal. Ia bahkan memberikan teman-teman yang baik, juga guru-guru yang mendukung.

Alhamdulillah, cerita berakhir happy ending. Ia kuatkan saya dengan bertetap pada hijab hingga dipenghujung masa itu, nama saya kelak dipanggil keatas panggung sebagai penerima nilai NEM tertinggi di SMP itu. Rasanya lebih dari bahagia. Bukan hanya karena akhirnya saya bisa mengukir senyum bangga di wajah kedua orang tua, tapi saya bahagia bisa maju keatas panggung dengan jilbab yang saya perjuangkan. Kelak, nilai tersebut mengantarkan saya ke SMA Negeri 8 Jakarta, artinya apa? Iya, saya bisa ikut ROHIS, dan kelak bertemu muka langsung dengan sosok 'bernama' ikhwan dan akhwat yang selama ini hanya ada dalam bayangan saya :)

Mungkin sepenggal kisah hidup itu, yang membuat saya begitu menghargai sosok penulis (Barakallahu fiik Ibunda Pipiet Senja, Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Bpk Ali Muakhir, dan masih banyak lainnya). Saya pun berdoa, semoga suatu hari nanti, tulisan saya, dalam apapun bentuknya, bisa juga bermanfaat bagi siapa pun.

Tantangan apa yang ada di lingkungan? Apa maksud Allah menghadirkan saya dan keluarga disini?

Saat ini Allah menakdirkan kami sekeluarga untuk bermukim di Gothenburg, Swedia. Tiap daerah tentu punya budaya dan aturan tersendiri, tentu tantangannya pun berbeda. Banyak hikmah yang saya rasakan. Saya semakin menyadari bahwa tidak ada aturan yang lebih baik, lebih sempurna, lebih selamat, selain aturan-Nya. Sebagaimanapun manusia berusaha mengatur urusan, selama tidak sesuai dengan aturan-Nya, maka akan selalu ada celah.

Awal-awal bermukim disini, apa yang berasal dari negara maju ini terlihat begitu menyilaukan. Tapi kini, saya belajar untuk berpikir lebih adil, menyerap sebanyak mungkin ilmu, dan akhirnya belajar lebih seimbang dalam menilai. Memang dalam aneka aspek tak bisa dipungkiri kita harus belajar dari negara ini, katakanlah dalam hal sistem yang terorganisasi, keteraturan, kebersihan, dan sejenisnya. Tapi saya pun berbangga dengan nilai-nilai yang kita punya. Saat disinilah saya lebih menghargai tingginya nilai hal yang bernama bakti, ikatan keluarga, silaturahmi, gotong-royong, kemudahan dalam ibadah. Ah, tak terbeli dengan materi.

Salah satu tantangan berada disini adalah menjaga tauhid keluarga terutama anak, bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga saling menjaga terhadap saudara. Alhamdulillah Ia berikan lingkungan yang baik, teman-teman dalam pengajian yang saling mengingatkan dalam kebaikan, dan sebagainya. Saya percaya, dan merasakan sendiri, kemana pun kita berada, Allah akan dekatkan selalu pada mereka yang satu 'rasa' dengan kita.

Semoga di bagian bumi mana pun Ia tempatkan kami, semata mendekatkan kami pada keridhan-Nya. Semoga sejauh apapun kaki kami melangkah, sebanyak apapun manusia ditemui, hanya akan membuat kami menjadi pribadi yang lebih rendah hati. Aamiin

----

Baru sadar, boleh jadi ga nyambung jawaban sama pertanyaannya. Tapi gpp lah ya, da mengalir gitu aja. Heu :D

Comments

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Catatan Toilet Training Asiyah