Nice Home Work 1: Jurusan dalam Universitas Kehidupan. #NHW
Bismillahirrahmanirrahim..
Ceritanya saya lagi ikutan Matrikulasi Batch 3 dari Institut Ibu Profesional (IIP) asuhannya Ibu Septi. Setelah kelewatan di dua batch sebelumnya karena masih galau barengan sama awal masuk kuliah, akhirnya sekarang saya mencoba memberanikan diri ikutan, hehe. Bukannya ragu sama isinya, saya mah percaya banget insyaAllah isinya penuh manfaat, saya hanya menunggu waktu yang dikira pas dan siap untuk berkomitmen.
Semoga jadi langkah awal dalam bersungguh-sungguh terhadap hal yang bermanfaat bagi diri saya, dan bisa mendapat komunitas positif yang suportif, dalam rangka usaha menggapai keridhaan-Nya.. Aamiin..
Nah, ada 9 tugas sebelum bisa lulus. Tugas pertama adalah tentang jurusan hidup dalam tema mingguan adab menuntut ilmu. Yuk, langsung saja.. :)
Jurusan dalam Universitas Kehidupan
Oke, pertanyaan pertama adalah tentang satu jurusan ilmu yang akan saya tekuni di Universitas Kehidupan.
Perjalanan, pengalaman, dan pendidikan yang Allah berikan sampai detik ini mengantarkan saya untuk memilih menulis sebagai jurusan utama yang ingin saya dalami. Lengkapnya, menulis hikmah dan pelajaran dari kisah yang saya temui, baik kisah pribadi, orang sekitar, maupun catatan dari orang-orang sholih terdahulu dan generasi terbaik.
Kenapa menulis?
Dulu, Oma saya senang bercerita, tentang apa saja. Kalau kami sedang senggang, duduk bersama menikmati hari, untaian kisah seperti otomatis meluncur dari lisannya. Ah, saya masih ingat antusiasme saya dalam menyimaknya, sekalipun tak jarang cerita-cerita itu berulang.
Mulai dari kisah perjuangan kemerdekaan di kampungnya dulu sampai kisah hidupnya dan orang tua saya. Saya kecil mendapat gambaran tentang bagaimana kondisi penjajahan Belanda saat itu di kampung kami di Bukit Tinggi. Oma bilang, kalau penjajah Belanda datang ke rumah-rumah untuk inspeksi pasukan perlawanan, maka para lelaki langsung pergi bersembunyi entah ke hutan atau ke luar kota, dan Oma saya akan dengan tenangnya menyuguhkan kopi dan bilang kalau para lelaki sedang berdagang. Oma juga bilang, kalau penjajah Belanda itu relatif lebih ramah, beda halnya sama penjajah jepang yang lebih kejam. Saya jadi tahu secuplik gambaran di masa itu dari sudut pandang saksi mata sejarah, haru rasanya membayangkan kondisi saat itu.
Belum lagi tentang kisah hidup beliau maupun orang tua saya yang begitu berwarna. Mengetahui sejarah keluarga, memberi pengaruh luar biasa. Saya jadi ngerasa, apa yang mau disombongin, toh terjadinya saya ini benar-benar kuasa takdir Allah aja. Bayangin, kalo Mama mengikuti anjuran (atau desakan?) untuk nikah aja selepas SMA dan ga jadi kuliah ke Bogor, maka ga ketemu Papa dan ga ada lah saya. Bayangin, kalo Papa ga mematuhi ibunya untuk melepaskan calonnya saat itu dan memilih Mama saya saja, maka pastilah ga ada saya.
Belum lagi kisahnya Opa saya ditipu sahabatnya sendiri sehingga yang tadinya juragan emas makmur di kampung langsung berubah kondisi 180 derajat. Kisah orang tua saya juga sedikit banyak ada yang serupa dalam jatuh bangunnya berbisnis. Memperkaya sudut pandang saya bahwa di dunia ini terutama urusan menyangkut perut, orang bisa mudah saling sikut. Lupa teman, lupa saudara. Subhanallah.. Dan yang terutama, harta dunia itu ga ada yang menjamin akan jadi milik kita selamanya. Mudah aja bagi Allah mengambil atau mempergilirkan titipan-Nya. Lagipula, harta dunia hanyalah menjadi kabar gembira, kalau ia bisa mendekatkan kita pada Allah. Kalau tidak, justru boleh jadi lebih celaka kondisinya, sekalipun dipandangan manusia terlihat sempurna.
Merefleksikan alur cerita yang butuh puluhan tahun waktu rekonstruksi itu membantu mematangkan cara pikir. Saya diajak berkelana menembus waktu, menyadari betapa singkatnya hidup, dan merefleksikan hikmah yang tersebar. Pelajaran hidup itu akan sulit didapat kalau saja Oma saya, atau orang tua saya tidak berkisah.
Maka, salah satu keinginan saya adalah saya ingin hadir untuk berkisah pada anak-anak saya. Menceritakan kisah yang kaya hikmah, baik tentang sejarah keluarga, kehidupan saya sendiri, dan tentunya orang-orang sholih terdahulu. Dan menulis adalah salah satu media penyalur dan belajar bagi saya.
Strategi Menuntut Ilmu
- Pertama, saya harus lebih disiplin dan konsisten menulis. Senantiasa meningkatkan kualitas tulisan sesuai gaya penulisan saya pribadi.
- Di jangka menengah saya mau mencoba menulis untuk media cetak atau elektronik sehingga cakupan pembaca bisa lebih luas (aamiin, mohon doanya ya).
- Berkaitan dengan bahan tulisan, saya akan lebih giat dan semangat dalam mempelajari sirah melalui buku dan video kajian (terutama dari channel Sheykh Yasir Qadhi di Youtube yang kapabel dan shahih)
- Target mampu menulis dengan luwes dalam bahasa inggris ditingkatkan melalui kuliah yang sedang ditempuh sekarang. yang memang diniatkan salah satunya untuk menguasai Bahasa Inggris
- Di jangka panjang ingin membuat buku sendiri, aamiin..
Perubahan Sikap dalam Perbaikan Adab Menuntut Ilmu
Berkaitan dengan adab menuntut ilmu, perubahan sikap apa yang akan saya perbaiki dalam proses mencari ilmu tersebut?
Sesungguhnya saya merasa tertampar saat mendengar materi minggu pertama tentang adab menuntut ilmu ini. Saya merasa banyak pe-er yang harus diperbaiki. Subhanallah.. Semoga Allah mudahkan prosesnya dalam memperbaiki diri yang masih jauh dari sempurna ini.
Kurang lebihnya ini poin-poin yang ingin saya tingkatkan:
- Hal paling utama adalah bersabar dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu perlu ketenangan, tidak terburu-buru, mau mendengarkan, daya tahan, dan menanggalkan kesombongan. Buang sikap merasa lebih tinggi dari orang lain, merasa lebih tahu, dan sebagainya. Karena hidayah tidak akan meresap bagi hati yang keras karena kesombongan.
- Perbanyak membaca, terutama dari sumber yang shahih dan menguatkan iman terlebih dahulu.
- Mendengar dan merangkum minimal 3 kisah sirah perminggu.
- Menyertakan sumber yang shahih saja
- Berusaha datang ke sumber ilmu (majelis ilmu maupun kuliah) lebih awal, fokus dan bersemangat dalam berpartisipasi.
- Tidak banyak bicara bila tidak diperlukan, apalagi bila tidak bermanfaat.
Bismillahirrahmanirrahim..
Gothenburg, 27 Januari 2017,
Dery Hefimaputri,
Ceritanya saya lagi ikutan Matrikulasi Batch 3 dari Institut Ibu Profesional (IIP) asuhannya Ibu Septi. Setelah kelewatan di dua batch sebelumnya karena masih galau barengan sama awal masuk kuliah, akhirnya sekarang saya mencoba memberanikan diri ikutan, hehe. Bukannya ragu sama isinya, saya mah percaya banget insyaAllah isinya penuh manfaat, saya hanya menunggu waktu yang dikira pas dan siap untuk berkomitmen.
Semoga jadi langkah awal dalam bersungguh-sungguh terhadap hal yang bermanfaat bagi diri saya, dan bisa mendapat komunitas positif yang suportif, dalam rangka usaha menggapai keridhaan-Nya.. Aamiin..
Nah, ada 9 tugas sebelum bisa lulus. Tugas pertama adalah tentang jurusan hidup dalam tema mingguan adab menuntut ilmu. Yuk, langsung saja.. :)
Oke, pertanyaan pertama adalah tentang satu jurusan ilmu yang akan saya tekuni di Universitas Kehidupan.
Perjalanan, pengalaman, dan pendidikan yang Allah berikan sampai detik ini mengantarkan saya untuk memilih menulis sebagai jurusan utama yang ingin saya dalami. Lengkapnya, menulis hikmah dan pelajaran dari kisah yang saya temui, baik kisah pribadi, orang sekitar, maupun catatan dari orang-orang sholih terdahulu dan generasi terbaik.
Kenapa menulis?
“Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. -Imam Al-GhazaliPertama, dengan menulis, saya ingin mengabadikan karya sehingga semoga dapat menjadi amal jariyah yang tak habis dimakan waktu. Selain itu menulis adalah pengikat ilmu, sehingga menulis tidak hanya memberi manfaat bagi yang membaca tapi juga penulisnya.
“Ikatlah ilmu dengan menulis.” ― Ali Bin Abi Thalib RADengan menulis saya akan belajar untuk menceritakan kembali dengan runut apa yang telah saya pelajari, yang tentunya membantu saya dalam memahami dan menguatkan pemahaman akan apa yang saya tulis. Sehingga besar harapan saya, apa yang saya tulis dapat membantu saya dalam menjadi pencerita ulung bagi anak-anak saya, menjadi Bunda yang pandai berkisah. Karena saya pribadi merasakan manfaat besar dari kisah.
Dulu, Oma saya senang bercerita, tentang apa saja. Kalau kami sedang senggang, duduk bersama menikmati hari, untaian kisah seperti otomatis meluncur dari lisannya. Ah, saya masih ingat antusiasme saya dalam menyimaknya, sekalipun tak jarang cerita-cerita itu berulang.
Mulai dari kisah perjuangan kemerdekaan di kampungnya dulu sampai kisah hidupnya dan orang tua saya. Saya kecil mendapat gambaran tentang bagaimana kondisi penjajahan Belanda saat itu di kampung kami di Bukit Tinggi. Oma bilang, kalau penjajah Belanda datang ke rumah-rumah untuk inspeksi pasukan perlawanan, maka para lelaki langsung pergi bersembunyi entah ke hutan atau ke luar kota, dan Oma saya akan dengan tenangnya menyuguhkan kopi dan bilang kalau para lelaki sedang berdagang. Oma juga bilang, kalau penjajah Belanda itu relatif lebih ramah, beda halnya sama penjajah jepang yang lebih kejam. Saya jadi tahu secuplik gambaran di masa itu dari sudut pandang saksi mata sejarah, haru rasanya membayangkan kondisi saat itu.
Belum lagi tentang kisah hidup beliau maupun orang tua saya yang begitu berwarna. Mengetahui sejarah keluarga, memberi pengaruh luar biasa. Saya jadi ngerasa, apa yang mau disombongin, toh terjadinya saya ini benar-benar kuasa takdir Allah aja. Bayangin, kalo Mama mengikuti anjuran (atau desakan?) untuk nikah aja selepas SMA dan ga jadi kuliah ke Bogor, maka ga ketemu Papa dan ga ada lah saya. Bayangin, kalo Papa ga mematuhi ibunya untuk melepaskan calonnya saat itu dan memilih Mama saya saja, maka pastilah ga ada saya.
Belum lagi kisahnya Opa saya ditipu sahabatnya sendiri sehingga yang tadinya juragan emas makmur di kampung langsung berubah kondisi 180 derajat. Kisah orang tua saya juga sedikit banyak ada yang serupa dalam jatuh bangunnya berbisnis. Memperkaya sudut pandang saya bahwa di dunia ini terutama urusan menyangkut perut, orang bisa mudah saling sikut. Lupa teman, lupa saudara. Subhanallah.. Dan yang terutama, harta dunia itu ga ada yang menjamin akan jadi milik kita selamanya. Mudah aja bagi Allah mengambil atau mempergilirkan titipan-Nya. Lagipula, harta dunia hanyalah menjadi kabar gembira, kalau ia bisa mendekatkan kita pada Allah. Kalau tidak, justru boleh jadi lebih celaka kondisinya, sekalipun dipandangan manusia terlihat sempurna.
Merefleksikan alur cerita yang butuh puluhan tahun waktu rekonstruksi itu membantu mematangkan cara pikir. Saya diajak berkelana menembus waktu, menyadari betapa singkatnya hidup, dan merefleksikan hikmah yang tersebar. Pelajaran hidup itu akan sulit didapat kalau saja Oma saya, atau orang tua saya tidak berkisah.
Maka, salah satu keinginan saya adalah saya ingin hadir untuk berkisah pada anak-anak saya. Menceritakan kisah yang kaya hikmah, baik tentang sejarah keluarga, kehidupan saya sendiri, dan tentunya orang-orang sholih terdahulu. Dan menulis adalah salah satu media penyalur dan belajar bagi saya.
Strategi Menuntut Ilmu
- “Mulailah dengan menuliskan hal-hal yang kau ketahui. Tulislah tentang pengalaman dan perasaanmu sendiri”. [J.K. Rowling]
- Pertama, saya harus lebih disiplin dan konsisten menulis. Senantiasa meningkatkan kualitas tulisan sesuai gaya penulisan saya pribadi.
- Di jangka menengah saya mau mencoba menulis untuk media cetak atau elektronik sehingga cakupan pembaca bisa lebih luas (aamiin, mohon doanya ya).
- Berkaitan dengan bahan tulisan, saya akan lebih giat dan semangat dalam mempelajari sirah melalui buku dan video kajian (terutama dari channel Sheykh Yasir Qadhi di Youtube yang kapabel dan shahih)
- Target mampu menulis dengan luwes dalam bahasa inggris ditingkatkan melalui kuliah yang sedang ditempuh sekarang. yang memang diniatkan salah satunya untuk menguasai Bahasa Inggris
- Di jangka panjang ingin membuat buku sendiri, aamiin..
Perubahan Sikap dalam Perbaikan Adab Menuntut Ilmu
Berkaitan dengan adab menuntut ilmu, perubahan sikap apa yang akan saya perbaiki dalam proses mencari ilmu tersebut?
Sesungguhnya saya merasa tertampar saat mendengar materi minggu pertama tentang adab menuntut ilmu ini. Saya merasa banyak pe-er yang harus diperbaiki. Subhanallah.. Semoga Allah mudahkan prosesnya dalam memperbaiki diri yang masih jauh dari sempurna ini.
Kurang lebihnya ini poin-poin yang ingin saya tingkatkan:
- Hal paling utama adalah bersabar dalam menuntut ilmu. Menuntut ilmu perlu ketenangan, tidak terburu-buru, mau mendengarkan, daya tahan, dan menanggalkan kesombongan. Buang sikap merasa lebih tinggi dari orang lain, merasa lebih tahu, dan sebagainya. Karena hidayah tidak akan meresap bagi hati yang keras karena kesombongan.
- Perbanyak membaca, terutama dari sumber yang shahih dan menguatkan iman terlebih dahulu.
- Mendengar dan merangkum minimal 3 kisah sirah perminggu.
- Menyertakan sumber yang shahih saja
- Berusaha datang ke sumber ilmu (majelis ilmu maupun kuliah) lebih awal, fokus dan bersemangat dalam berpartisipasi.
- Tidak banyak bicara bila tidak diperlukan, apalagi bila tidak bermanfaat.
"Bersungguh-sungguhlah dalam apa-apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan Allah, dan janganlah kamu merasa lemah." -HR. Muslim
Bismillahirrahmanirrahim..
Gothenburg, 27 Januari 2017,
Dery Hefimaputri,
Comments
Post a Comment