Apa yang Berbeda?

Seharusnya saat ini saya menyiapkan diri untuk ujian esok lusa; membaca paper, mendengar audio  pelajaran, latihan soal. Sayangnya seperti biasa, mata ini suka berat alias ngantuk tiap sekian menit #hehe, jadi marilah ketak-ketik sejenak disini.


Kurang lebih dua bulan saya jadi anak kuliahan lagi, master student di Chalmers University of Technology- Gothenburg, Swedia, jurusannya Management and Economics of Innovation (biasa disingkat MEI). Disini kuliahnya dibagi per quarter yang disebut study period, jadi dalam satu semester ada dua study period. Tiap study period isinya dua atau tiga mata kuliah. Study period pertama dan kedua isinya paket wajib, udah ditentukan dari jurusan, selebihnya kita bisa pilih sendiri (beberapa ada pilihan dari list yang ditentukan, beberapa benar-benar bebas mau ambil apa aja).

Dari dua mata kuliah di study period ini, satu mata kuliah sudah tuntas alhamdulillah, baru aja penyerahan home exam pagi ini namanya 'Managing Development Project'. Tinggal satu mata kuliah lagi judulnya 'Technological Change and Industrial Transformation'. Mumpung masih inget saya mau coba tulis apa aja pengalaman yang belum pernah saya rasakan sebelumnya tentang belajar mengajar disini:

1. Pelajaran jelas dan terstruktur
Dari hari pertama, kita bisa akses jadwal kuliah sepanjang study period beserta kelas dan agenda hari itu akan belajar apa. Kalender ini juga bisa terhubung dengan google calendar, jadi saya cukup lihat aplikasi google calendar di hp saya tanpa perlu deg-degan nyari ruang atau jadwal kuliah. Begitu juga dengan ujian, dari hari pertama dijelasin kapan dan dimananya.

Ini cukup berbeda saat saya S1 dulu, dimana tanggal pasti ujian bisa baru diputuskan menjelang ujian bahkan bisa beberapa hari sebelumnya. Dulu mahasiswa cuma dikasih tau pekan ujian tapi sebagian besar baru ditentukan tanggalnya pas udah deket-deket. Walhasil ujian dua (atau malah sampai tiga?) dalam sehari akibat kurang ruangan bisa saja terjadi.

2. Computerized dan terhubung dengan internet
Ada portal belajar-mengajar dimana disana para dosen akan mengupload bahan ajar, termasuk pengumuman dan juga tempat mahasiswa bisa mengupload tugasnya.

Jujur, sampai detik ini belum ada selembar kertas pun saya pakai untuk ngeprint atau bikin tugas. Padahal tiap mata kuliah ada project work bikin report atau paper sampai belasan halaman. Penyerahan tugas dilakukan dengan upload file atau bahkan ketik langsung di portal pelajaran itu. Bahkan saat saya tanya temen orang Swedia yang S1nya juga disini mereka bilang untuk skripsi pun mereka ga perlu ngeprint, cukup submit online aja ke portal akademik itu. Environmental friendly in all aspects!

3. Hubungan dosen dan mahasiswa begitu cair dan terbuka
Bukan informasi baru bahwa di Eropa khususnya Swedia ini ga ada kata sapaan seperti 'kak' 'pak' 'bu' 'mbak' kalau bicara dengan yang lebih tua atau dihormati. Disini manggil dosen pakai nama aja dan itu hal lumrah bagi budaya setempat. Cukup panggil dengan nama depan sekalipun dosennya udah seusia ayah saya.

Selain tentang sapaan yang bagai tak berjarak, interaksi dosen dengan mahasiswa juga cair banget. Awalnya saya agak kaget ngelihat para mahasiswa dengan leluasa bisa 'konfrontasi' dosen dengan hal semacam "Saya ga ngerti gunanya teori itu" atau "Saya berpikir hal yang bertolak belakang dengan yang kamu sampaikan (kamu=dosen)". Tentunya hal-hal semcam ini disampaikan dengan cara yang sopan, hormat, dan terdengar bak rekan seprofesi yang saling berbincang. Dosennya menerima pendapat itu dengan baik dan mendiskusikannya. Saya rasa karena atmosfer keterbukaan ini jadi masing-masing pihak sudah terdidik untuk bisa menyampaikan pendapat dengan manner yang baik dan saling hormat.

4. Teknik mengajar ramah manusia
Di kedua mata kuliah, tiap 45 menit ada istirahat 15menit dan kita sangat didorong untuk keluar ruangan menghirup udara segar. "You need fresh air", katanya. Setiap 15 menit juga ada pertanyaan yang mendorong mahasiswa untuk berdiskusi berpasangan dengan teman sebelah lalu setelah itu bebas mengungkapkan hasil diskusinya. Mungkin karena terbiasa dengan suasana diskusi, mereka terbiasa berpikir cepat, runut, dan jelas poinnya. Dan mungkin juga karena untuk 'bicara' alias diskusi dikasih slot waktunya (yaitu per 15 menit itu), jadi sepanjang gurunya nerangin ga ada yang ngobrol, padahal sekelas saya ada hampir 90 orang. Jadi saatnya dengerin ya mereka dengerin, saatnya diskusi ya beneran diskusi.

Saya ingat dulu saat S1 kalau ada pertanyaan dari dosen seringkali berakhir dengan 'ziiink' alias ga ada satu pun yang berani angkat tangan. 'Aneh'nya, disini mereka saling berlomba aja mengungkapkan pendapat, tanpa takut salah dan pede. Kelas dikondisikan jadi arena diskusi, belajar konvensional ala one way communication bisa dilakukan mandiri di rumah.

5. Dosen memanfaatkan teknologi semaksimal mungkin
Salah satu dosen saya harus izin ga masuk kampus selama kurang lebih 10 hari karena nungguin istrinya yang mau melahirkan anak pertama. Selama 10 hari itu kelas kami di flip jadi via skype, beliau juga membuat video tentang materi minggu itu (total ada sekitar 8 video durasi masing-masing 10-20menit) yang di share pake google drive. Selain itu beliau juga ada satu file google docs tempat kita bisa nanya kapan pun, beliau jawab seminggu sekali disana. Responsif, up date, dan terlihat memanfaatkan teknologi, sesuai dengan nama mata kuliahnya hhe.

6. Baca, baca, baca
Entahlah kalo ga dipaksa pake kuliahan begini apa bisa saya baca aneka paper yang kadang sampe meringis bacanya saking susah dimengertinya. Masing-masing mata kuliah minimal ada 25 readings, dan satu bahan bacaan itu bisa butuh waktu 1-2 jam untuk dipahami. Mungkin karena saya masih speed keong juga bacanya ya. Waktu S1 saya dulu banyak mata kuliah yang cukup dapat nilai A bermodalkan kopian slide dosen, disini rasanya susah kalo ga baca juga papernya.

Dan bukan sekedar hafal mati, mahasiswa dituntut untuk bisa paham dan bisa mengaplikasikan teori yang udah dibaca. Mengaplikasikannya melalui case study ataupun project work. Jadi paham teori itu baru langkah pertama dari tugas besar yang diberikan. Di salah satu mata kuliah bahkan ujian tentang teori buku cuma ngaruh ke 20% nilai akhir, sisanya adalah project work dan home exam.

7. Adab komunikasi
Disini saya tersentil alias tersadar bahwa mereka sekalipun akan menyampaikan ketidaksetujuan, akan didahului dulu dengan kalimat positif seperti "Ide kamu menarik, tapi blablabla" atau "Ya itu mungkin, tapi blablabla" dan sejenisnya. Saya jadi teringat hadits tentang menyampaikan kabar gembira, mungkin ada penjelasan psikologisnya juga ya saya kurang ngerti tapi hal begitu terdengar adem dan sangat positif. Jadi instead of buru-buru matahin argumen orang, mereka akan menghargai dulu dan cenderung sedikit memuji baru kemudian menyampaikan pendapat masing-masing. Somehow saya merasa sedang berhadapan dengan para profesional atau eksmud (eksekutif muda). Cara teman-teman sekelas saya berbicara (dan juga berpakaian) begitu bak profesional dan behave.

8. Menghargai waktu
Para dosen udah siap di kelas beberapa menit sebelum jadwal kelas dimulai dan tepat memulai kelasnya sesuai jadwal, ga kecepetan dan ga kelamaan. Di tiap sesi break tiap 45 menit juga akan dibilang, jam sekian lewat sekian kita mulai lagi. Dan benar-benar di jam segitu akan mulai lagi. Ga ada korupsi waktu. Kumpul kelompok pun sejauh ini begitu, rata-rata pada tepat waktu, bikin jadi terpacu untuk tepat waktu juga.

Sejauh ini delapan poin diatas yang saya keingetan sekarang tentang apa-apa saja yang saya pelajari disini, beberapa hal yang cukup berbeda dari pengalaman saya di kuliah sebelumnya. Semoga yang baik-baik bisa kita tiru dan jadikan pelajaran.

Saatnya saya kembali ke 'laptop', heu. Minta doanya ya ^^

Wassalamualaykum Wr Wb..


Göteborg, 25 Oktober 2016,
disaat Asiyah dan Ayah sudah pulas.


Comments

  1. Mba Dery

    Salam kenal, saya Mesa Dewi. Suka baca tulisan mba ini. Jadi kebayang situasi belajar disana apalagi untuk seorang student mom. Minta doanya, semoga bisa seperti mba :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. salam kenal mba mesa :)

      iya, jadi penyemangat juga untuk saya untuk membagi kebaikan apa yang didapat disini, utk inspirasi di negeri kita. semoga bisa lebih lebih baik dari saya, saling mendoakan ya mba :)

      Delete
  2. Terimakasih kakak sudah berbagi pengalamannya 😃 Barakallaah studi S2 nya ya kak

    ReplyDelete
  3. Terimakasih kakak sudah berbagi pengalamannya 😃 Barakallaah studi S2 nya ya kak

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia