Pengalaman Menyapih Asiyah
Dulu, waktu awal-awal menyusui, saya ga tertarik dengan info seputar penyapihan, rasanya masih jauuuh sekali. Boro-boro kepikiran nyiapin ilmu tentang menyapih, wong bisa berhasil menyusui aja belum tentu, karena memang perjuangan menyusui tidak mudah saya rasakan dulu. Lalu waktu seakan terbang, alhamdulillah Allah mudahkan proses menyusui dan tibalah saatnya penyapihan.
Saya dan suami sepakat untuk menyapih selembut mungkin, atau bahasa kerennya weaning with love. Sebisa mungkin kami menghindari cara pemaksaan maupun cara pintas seperti pabrik ASI dioles aneka ramuan biar bayi enggan menyusu, dsb. Alasannya karena kami merasa Asiyah cukup nyambung untuk dapat dipahamkan dan diberi pengertian, dan juga kami ingin mengakhiri episode menyusui yang sudah susah payah kami bangun ini dengan kenangan yang indah. Kami ingin menanamkan persepsi bahwa perjuangan Asiyah melawan hawa nafsunya adalah berharga. Tentu tiap orang bisa memilih sendiri bagaimana metode yang terbaik untuk kondisinya masing-masing. Pada kesempatan kali ini kami hanya ingin berbagi apa yang kami lalui, semoga ada manfaat yang bisa diambil :)
Lepas menyusu siang dulu atau malam dulu?
Tadinya saya bingung mau lepas nyusu siang dulu atau malam dulu. Pertimbangannya kalau melepas menyusu malam duluan, katanya si beratnya di awal aja, kalau malam sudah lancar tidur tanpa nyusu maka kelak lepas yang siang lebih mudah karena bisa didistrak kegiatan lain atau sambil di perjalanan (yang biasanya lebih mudah tidur). Tapi trade off nya, lebih berat di awal karena artinya harus merelakan malam-malam terganggu tidurnya untuk meladeni bayi yang sakau ASI. Pilihan kedua, sapih siang dulu. Ini lebih mudah diawal karena siang hari bayi bisa diakalin tidur siangnya (misal dengan dibawa jalan-jalan) dan toh pun skip tidur siang ga fatal banget akibatnya dibanding tidur malam yang skip, hehe.
Sayangnya saya belum kuat mental untuk langsung lepas yang malam. Karena saya benar-benar no clue gimana caranya nyapih, akan se-drama apa. Maka saya pun mencoba dari yang paling mungkin, dari yang terlihat lebih ringan (walaupun tetap challenging ternyata); yakni lepas nyusu siang dulu baru malam. Dan ternyata ini pilihan tepat di kondisi saya, karena Asiyah kalo sebelum tidur siang dibolehin nyusu maka dia tiap bentar akan minta nyusu dengan alibi "Mau bobo", lalu setelah nyusu dia pun seger dan main lagi untuk kemudian melakukan hal yang sama ra uwis-uwis, errrrr....
Rangkaian Prosesnya
Kurang lebih proses penyapihan Asiyah ada empat tahapan=
a. Sapih menyusui diluar waktu tidur (pagi dan sore tidak menyusu lagi, sedangkan tidur siang dan tidur malam masih).
b. Sapih menyusui sebelum tidur siang
c. Sapih menyusui sebelum tidur malam
d. Sapih menyusui selama tidur malam
Kalau ada yang belum tahu, bayi itu rata-rata masih suka kebangun malam untuk menyusu (kecuali sebagian bayi yang sudah bisa tidur semalaman). Kalau Asiyah siang pun kadang masih suka kebangun padahal masih ngantuk, simply karena dia belum ahli untuk tidur lagi kalau terbangun.
Ga sebentar emang prosesnya, dan ga mudah juga terutama di awal. Kami memulai proses sounding penyapihan sejak Asiyah berusia sekitar 19,5 bulan. Dan mulai lebih tegas mengurangi during daytime alias masuk tahap A itu disaat Asiyah 20 bulan. Seperti yang pernah saya singgung di post jurnal Asiyah sebelumnya bahwa Asiyah sangat kuat menyusunya, bahkan bisa tiap jam walaupun sebentar-sebentar. Oleh karena itu awalnya saya sempat pesimis proses menyapih ini akan bisa dilakukan.
Dua hari pertama memulai tahap A, alias dia tidak boleh menyusu selain sebelum tidur, ia berontak dan menangis hebat. Saya ga tega tapi saya yakin ini butuh dilakukan untuk kebaikannya. Dua hari yang cukup bikin sakit kepala, tapi tak bosan kami sounding dan beri pengertian ke Asiyah bahwa ia sudah besar, nenennya dikurang-kurangi.
Di saat sedang kenyang dan segar, atau saat lagi asik bermain dia akan dengan sendirinya mengoceh, "Nenen untuk dede bayi. Asiyah sudah besar. Nenennya dikurang-kurangi. Kalau lapar, mamam. Kalau haus, mimi. Kalau bobo, baca buku. Asiyah enggak nenen." Dan sejenisnya. Tapi saat lagi ngantuk atau kangen Bunda mulailah dramanya dan menguap semua teori yang sudah dia hafal luar kepala, hehe. Untungnya setelah dua hari, ia mulai bisa menerima dan tidak ada tangis berlebihan lagi.
Setelah mulai istiqomah di tahap A maka kita naik tingkat ke tahap B yakni ga menyusu sebelum tidur siang. Kalau lagi di jalan terkadang ia bisa bobo di stroller, tapi saat di rumah sering kali ia memilih skip tidur siang daripada harus tidur tanpa menyusu dulu. Kalau sudah tengah hari, dia sudah ngantuk sekali, biasanya saya coba dulu dengan baca buku di kasur, kalau tidak berhasil maka pakai diusap-usap sambil nyanyi, kalau ga berhasil juga maka digendong atau ya ga tidur siang sama sekali.
Ini pelajaran besar bagi saya yang membiasakan bayi tidur hanya dengan menyusu. Memang bayi mudah sekali tertidur saat menyusu, tapi ternyata kalau jadi kebiasaan kurang baik juga, menyapihnya jadi lebih sulit dan ketergantungan. Semoga kalau diamanahi anak lagi ia bisa tidur tanpa harus menyusu dulu, aamiin!
Saat Anak Sakit di Tengah Proses Menyapih
Disaat udah ajeg ga menyusu sebelum tidur siang (tahap B), eh qadarallah Asiyah sakit demam. Demamnya pake timbul bercak pula yang sempat bikin kami panik. Setelah dibawa ke klinik kata dokternya itu bercak hanya reaksi virus karena kulit Asiyah memang sensitif. Walhasil biar cepat sembuh akhirnya saya kembali menyusuinya on demand selama tiga hari sampai akhirnya ia sembuh betul. Saya kira akan memulainya lagi dari 0 tapi ternyata alhamdulillah setelah sembuh ia sepertinya tetap mengerti bahwa tidak boleh menyusu sering-sering lagi, dan kembali ke tahap B dengan mudah.
Setelah tahap B berjalan cukup baik, maka kami bertekad melanjutkan ke tahap C yakni ga nyusu sebelum tidur malam. Lagi-lagi, awalnya ada keraguan di hati saya apakah akan mudah karena tidak ada sejarahnya ia tidur malam tanpa menyusu (Well, pernah satu dua kali tapi itu sangat jarang, seperti yang diabadikan disini). Ternyata, alhamdulillah tidak banyak perlawanan dari Asiyah. Semakin kesini ia terlihat semakin memahami dan menerima bahwa, (cepat atau lambat) nenennya akan disudahi. Dan saya merasa sounding itu membantu mentalnya jadi tidak kaget.
Malam pertama, bobonya pake dipangku diatas gym ball sambil denger shalawat. Malam kedua dan ketiga pakai digendong, untungnya ga sampai lima menit udah tidur, tetap diiringi shalawat. Asiyah mulai terlihat pasrah ga pakai merengek atau berontak minta nyusu. Sayangnya setelah cukup teratur tidur tanpa menyusu, saat kami lagi capek banget saya susuin lagi sebelum tidur, jadi aja kemunduran. Bayi itu cerdas, sekali disusui lagi (tanpa ada kondisi khusus semisal sakit), dia jadi tahu ada kemungkinan kalo bisa dikasih lagi dilain waktu. Jadi sekali rantai itu terputus ibaratnya harus mulai dari awal lagi, apalagi kalo belum mantap jadi habbit.
Akhirnya kami mencoba tegas lagi untuk no nenen before sleeping, sekalipun lagi safar. Alhamdulillah setelah melewati proses dramatis lagi sekitar 2 hari sekarang udah mulai ga banyak perlawanan walaupun masih didului dengan rengekan-rengekan ngantuk-berat-tapi-belum-bisa-bobo.
Setelah bisa tidur tanpa menyusu pe-er tambahannya adalah gimana bisa bobo tanpa harus digendong dulu. Well, bukannya malas, kadang justru dengan digendong dulu bayi lebih cepat tidurnya ketimbang ngedekem di kasur, tapi saya memikirkan sustainability-nya alias keberlanjutannya, halah ribet amat bahasanya. Maksudnya gini, kalau di kondisi normal (saya sehat, mood bagus), saya kuat-kuat aja gendongin bocah almost 11kg itu, tapi kalau lagi capek banget apalagi saat traveling, duh ga janji saya bisa kuat gendonginnya. Makanya saat melihat sinyal-sinyal mulai bergantung sama gendong, saya mulai tegasin lagi untuk bobo di kasur aja ga pake gendong. Sekarang kalau tidur biasanya diusap-usap sambil shalawat atau nyanyi. Sebelum tidur baca buku, bercerita pakai boneka tangan, guling-guling di kasur dulu biar mood baik sekalian ngabisin energi. Efek sampingnya, nidurinnya bisa lebih lama (30 menit itu udah hebat, 60 menit juga pernah), tapi gapapa, bagi saya ini proses belajar. Oiya, di tahap ini kalau terbangun di malam hari masih dikasih nyusu.
Penghujung Kisah
Sejak 19 Agustus 2016, di 22 bulan usianya, Asiyah sudah ga nenen lagi sama sekali. Malam pertama di tahap D yakni melepas nyusu sepanjang malam, masih sering bangun walaupun bisa tidur lagi kalau diusap. Tapi menjelang jam 4 subuh anaknya kejer seperti mau tidur tapi susah, mungkin lapar dan haus, jadinya makan nasi jam segitu dan tidur lagi sampai pagi. Hari kedua mulai sedikit bangunnya tapi di dini hari kembali nangis kejer dan susah ditidurin lagi, kurang lebih setengah jam baru akhirnya tidur lagi.
Bisa dibilang dari awal mulai proses sounding ke total lepas menyusu itu 2,5 bulan. Cukup lama sebagai konsekuensi cara yang kami pilih. Walaupun nyatanya selembut apapun tetap ada tangisan, tapi kami merasa senang. Kami merasa senang karena pandangan Asiyah terhadap sapih adalah positif yakni ia sudah besar dan sudah selesai menyusunya, ada kebanggan terhadap pencapaiannya mengalahkan hawa nafsu. Saya senang dapat menutup kisah menyusui dengan kenangan yang baik, tanpa pemaksaan maupun pengelabuan.
Lalu apa yang saya rasakan pasca sapih? Setelah proses ini berada dipenghujungnya, saya seolah baru tersadar. Eh, ini tandanya sudah benar-benar selesai menyusuinya kah? Ga ada lagi peluk-pelukan sambil menyusui yang memberi rasa nyaman? Ini beneran? Untuk selamanya? Ada sedikit ga rela tapi inilah hidup, ga ada yang kekal.
Bismillah semoga ini memang yang terbaik. Sekarang Asiyah sudah siap masuk ke fase selanjutnya, sudah semakin mandiri, tidak lagi bergantung penuh pada Bunda.
Göteborg, 21 Agustus 2016,
With tons of love,
Bunda.
Saya dan suami sepakat untuk menyapih selembut mungkin, atau bahasa kerennya weaning with love. Sebisa mungkin kami menghindari cara pemaksaan maupun cara pintas seperti pabrik ASI dioles aneka ramuan biar bayi enggan menyusu, dsb. Alasannya karena kami merasa Asiyah cukup nyambung untuk dapat dipahamkan dan diberi pengertian, dan juga kami ingin mengakhiri episode menyusui yang sudah susah payah kami bangun ini dengan kenangan yang indah. Kami ingin menanamkan persepsi bahwa perjuangan Asiyah melawan hawa nafsunya adalah berharga. Tentu tiap orang bisa memilih sendiri bagaimana metode yang terbaik untuk kondisinya masing-masing. Pada kesempatan kali ini kami hanya ingin berbagi apa yang kami lalui, semoga ada manfaat yang bisa diambil :)
Lepas menyusu siang dulu atau malam dulu?
Tadinya saya bingung mau lepas nyusu siang dulu atau malam dulu. Pertimbangannya kalau melepas menyusu malam duluan, katanya si beratnya di awal aja, kalau malam sudah lancar tidur tanpa nyusu maka kelak lepas yang siang lebih mudah karena bisa didistrak kegiatan lain atau sambil di perjalanan (yang biasanya lebih mudah tidur). Tapi trade off nya, lebih berat di awal karena artinya harus merelakan malam-malam terganggu tidurnya untuk meladeni bayi yang sakau ASI. Pilihan kedua, sapih siang dulu. Ini lebih mudah diawal karena siang hari bayi bisa diakalin tidur siangnya (misal dengan dibawa jalan-jalan) dan toh pun skip tidur siang ga fatal banget akibatnya dibanding tidur malam yang skip, hehe.
Sayangnya saya belum kuat mental untuk langsung lepas yang malam. Karena saya benar-benar no clue gimana caranya nyapih, akan se-drama apa. Maka saya pun mencoba dari yang paling mungkin, dari yang terlihat lebih ringan (walaupun tetap challenging ternyata); yakni lepas nyusu siang dulu baru malam. Dan ternyata ini pilihan tepat di kondisi saya, karena Asiyah kalo sebelum tidur siang dibolehin nyusu maka dia tiap bentar akan minta nyusu dengan alibi "Mau bobo", lalu setelah nyusu dia pun seger dan main lagi untuk kemudian melakukan hal yang sama ra uwis-uwis, errrrr....
Rangkaian Prosesnya
Kurang lebih proses penyapihan Asiyah ada empat tahapan=
a. Sapih menyusui diluar waktu tidur (pagi dan sore tidak menyusu lagi, sedangkan tidur siang dan tidur malam masih).
b. Sapih menyusui sebelum tidur siang
c. Sapih menyusui sebelum tidur malam
d. Sapih menyusui selama tidur malam
Kalau ada yang belum tahu, bayi itu rata-rata masih suka kebangun malam untuk menyusu (kecuali sebagian bayi yang sudah bisa tidur semalaman). Kalau Asiyah siang pun kadang masih suka kebangun padahal masih ngantuk, simply karena dia belum ahli untuk tidur lagi kalau terbangun.
Ga sebentar emang prosesnya, dan ga mudah juga terutama di awal. Kami memulai proses sounding penyapihan sejak Asiyah berusia sekitar 19,5 bulan. Dan mulai lebih tegas mengurangi during daytime alias masuk tahap A itu disaat Asiyah 20 bulan. Seperti yang pernah saya singgung di post jurnal Asiyah sebelumnya bahwa Asiyah sangat kuat menyusunya, bahkan bisa tiap jam walaupun sebentar-sebentar. Oleh karena itu awalnya saya sempat pesimis proses menyapih ini akan bisa dilakukan.
Dua hari pertama memulai tahap A, alias dia tidak boleh menyusu selain sebelum tidur, ia berontak dan menangis hebat. Saya ga tega tapi saya yakin ini butuh dilakukan untuk kebaikannya. Dua hari yang cukup bikin sakit kepala, tapi tak bosan kami sounding dan beri pengertian ke Asiyah bahwa ia sudah besar, nenennya dikurang-kurangi.
Di saat sedang kenyang dan segar, atau saat lagi asik bermain dia akan dengan sendirinya mengoceh, "Nenen untuk dede bayi. Asiyah sudah besar. Nenennya dikurang-kurangi. Kalau lapar, mamam. Kalau haus, mimi. Kalau bobo, baca buku. Asiyah enggak nenen." Dan sejenisnya. Tapi saat lagi ngantuk atau kangen Bunda mulailah dramanya dan menguap semua teori yang sudah dia hafal luar kepala, hehe. Untungnya setelah dua hari, ia mulai bisa menerima dan tidak ada tangis berlebihan lagi.
11 Juli 2016. Asiyah 20 bulan.
Setelah mulai istiqomah di tahap A maka kita naik tingkat ke tahap B yakni ga menyusu sebelum tidur siang. Kalau lagi di jalan terkadang ia bisa bobo di stroller, tapi saat di rumah sering kali ia memilih skip tidur siang daripada harus tidur tanpa menyusu dulu. Kalau sudah tengah hari, dia sudah ngantuk sekali, biasanya saya coba dulu dengan baca buku di kasur, kalau tidak berhasil maka pakai diusap-usap sambil nyanyi, kalau ga berhasil juga maka digendong atau ya ga tidur siang sama sekali.
perdana tidur siang dielus aja, di karpet pula.
15 Juli 2016.
Ini pelajaran besar bagi saya yang membiasakan bayi tidur hanya dengan menyusu. Memang bayi mudah sekali tertidur saat menyusu, tapi ternyata kalau jadi kebiasaan kurang baik juga, menyapihnya jadi lebih sulit dan ketergantungan. Semoga kalau diamanahi anak lagi ia bisa tidur tanpa harus menyusu dulu, aamiin!
Saat Anak Sakit di Tengah Proses Menyapih
Disaat udah ajeg ga menyusu sebelum tidur siang (tahap B), eh qadarallah Asiyah sakit demam. Demamnya pake timbul bercak pula yang sempat bikin kami panik. Setelah dibawa ke klinik kata dokternya itu bercak hanya reaksi virus karena kulit Asiyah memang sensitif. Walhasil biar cepat sembuh akhirnya saya kembali menyusuinya on demand selama tiga hari sampai akhirnya ia sembuh betul. Saya kira akan memulainya lagi dari 0 tapi ternyata alhamdulillah setelah sembuh ia sepertinya tetap mengerti bahwa tidak boleh menyusu sering-sering lagi, dan kembali ke tahap B dengan mudah.
di tahap B.
bobo siang setelah muterin supermarket.
Setelah tahap B berjalan cukup baik, maka kami bertekad melanjutkan ke tahap C yakni ga nyusu sebelum tidur malam. Lagi-lagi, awalnya ada keraguan di hati saya apakah akan mudah karena tidak ada sejarahnya ia tidur malam tanpa menyusu (Well, pernah satu dua kali tapi itu sangat jarang, seperti yang diabadikan disini). Ternyata, alhamdulillah tidak banyak perlawanan dari Asiyah. Semakin kesini ia terlihat semakin memahami dan menerima bahwa, (cepat atau lambat) nenennya akan disudahi. Dan saya merasa sounding itu membantu mentalnya jadi tidak kaget.
Malam pertama, bobonya pake dipangku diatas gym ball sambil denger shalawat. Malam kedua dan ketiga pakai digendong, untungnya ga sampai lima menit udah tidur, tetap diiringi shalawat. Asiyah mulai terlihat pasrah ga pakai merengek atau berontak minta nyusu. Sayangnya setelah cukup teratur tidur tanpa menyusu, saat kami lagi capek banget saya susuin lagi sebelum tidur, jadi aja kemunduran. Bayi itu cerdas, sekali disusui lagi (tanpa ada kondisi khusus semisal sakit), dia jadi tahu ada kemungkinan kalo bisa dikasih lagi dilain waktu. Jadi sekali rantai itu terputus ibaratnya harus mulai dari awal lagi, apalagi kalo belum mantap jadi habbit.
Akhirnya kami mencoba tegas lagi untuk no nenen before sleeping, sekalipun lagi safar. Alhamdulillah setelah melewati proses dramatis lagi sekitar 2 hari sekarang udah mulai ga banyak perlawanan walaupun masih didului dengan rengekan-rengekan ngantuk-berat-tapi-belum-bisa-bobo.
Setelah bisa tidur tanpa menyusu pe-er tambahannya adalah gimana bisa bobo tanpa harus digendong dulu. Well, bukannya malas, kadang justru dengan digendong dulu bayi lebih cepat tidurnya ketimbang ngedekem di kasur, tapi saya memikirkan sustainability-nya alias keberlanjutannya, halah ribet amat bahasanya. Maksudnya gini, kalau di kondisi normal (saya sehat, mood bagus), saya kuat-kuat aja gendongin bocah almost 11kg itu, tapi kalau lagi capek banget apalagi saat traveling, duh ga janji saya bisa kuat gendonginnya. Makanya saat melihat sinyal-sinyal mulai bergantung sama gendong, saya mulai tegasin lagi untuk bobo di kasur aja ga pake gendong. Sekarang kalau tidur biasanya diusap-usap sambil shalawat atau nyanyi. Sebelum tidur baca buku, bercerita pakai boneka tangan, guling-guling di kasur dulu biar mood baik sekalian ngabisin energi. Efek sampingnya, nidurinnya bisa lebih lama (30 menit itu udah hebat, 60 menit juga pernah), tapi gapapa, bagi saya ini proses belajar. Oiya, di tahap ini kalau terbangun di malam hari masih dikasih nyusu.
Penghujung Kisah
Sejak 19 Agustus 2016, di 22 bulan usianya, Asiyah sudah ga nenen lagi sama sekali. Malam pertama di tahap D yakni melepas nyusu sepanjang malam, masih sering bangun walaupun bisa tidur lagi kalau diusap. Tapi menjelang jam 4 subuh anaknya kejer seperti mau tidur tapi susah, mungkin lapar dan haus, jadinya makan nasi jam segitu dan tidur lagi sampai pagi. Hari kedua mulai sedikit bangunnya tapi di dini hari kembali nangis kejer dan susah ditidurin lagi, kurang lebih setengah jam baru akhirnya tidur lagi.
Bisa dibilang dari awal mulai proses sounding ke total lepas menyusu itu 2,5 bulan. Cukup lama sebagai konsekuensi cara yang kami pilih. Walaupun nyatanya selembut apapun tetap ada tangisan, tapi kami merasa senang. Kami merasa senang karena pandangan Asiyah terhadap sapih adalah positif yakni ia sudah besar dan sudah selesai menyusunya, ada kebanggan terhadap pencapaiannya mengalahkan hawa nafsu. Saya senang dapat menutup kisah menyusui dengan kenangan yang baik, tanpa pemaksaan maupun pengelabuan.
so proud of you, sweetheart
Lalu apa yang saya rasakan pasca sapih? Setelah proses ini berada dipenghujungnya, saya seolah baru tersadar. Eh, ini tandanya sudah benar-benar selesai menyusuinya kah? Ga ada lagi peluk-pelukan sambil menyusui yang memberi rasa nyaman? Ini beneran? Untuk selamanya? Ada sedikit ga rela tapi inilah hidup, ga ada yang kekal.
Bismillah semoga ini memang yang terbaik. Sekarang Asiyah sudah siap masuk ke fase selanjutnya, sudah semakin mandiri, tidak lagi bergantung penuh pada Bunda.
Göteborg, 21 Agustus 2016,
With tons of love,
Bunda.
BUnda asiyah,,,,,asiyah,,,,,so proud of U all....
ReplyDeleteditunggu cerita2 parentingngnya :)