Prophetic Parenting, bag. 4; Hukuman sebagai Bagian dari Pendidikan
"Tidaklah suatu keluarga diberi kelembutan melainkan akan memberi manfaat untuk mereka. Dan tidaklah sebaliknya melainkan akan memberi mudharat kepada mereka." (HR. Thabrani, Sahih)
Imam Al-Ghazali berkata,
"Anak kecil apabila dilalaikan pada awal pertumbuhannya, biasanya dia akan tumbuh dengan memiliki akhlak yang buruk: suka berdusta, pengdengki, suka mencuri, mengadu domba, suka mencampuri urusan orang lain, suka melecehkan orang lain, dan menipu. Semua itu bisa dihindari dengan pendidikan yang baik."
Sebelum memulai tentang pembahasan mengenai hukuman, pada buku ini sebelumnya telah dibahas mengenai metode kenabian dalam mendidik akal dan kejiwaan anak. Namun bila segala metode tersebut telah dilakukan tapi belum berhasil, barulah diperlukan pengobatan berupa hukuman. Jadi bisa dibilang hukuman adalah jalan terakhir dari segala metode pendidikan (akal dan jiwa). Hukuman dilakukan semata agar anak sadar bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang serius dan bukan main-main. sehingga ia makin menyadari nilai kasih sayang dan kelembutan yang selama ini ia dapatkan sebelum di hukum. Selain itu juga agar ia menyadari pentingnya ketaatan, sikap, dan perilaku yang baik.
Al-Kasani dalam kitab Al-Bada'i ush Shanaa'i mengatakan, "Anak dihukum karena pendidikan, bukan siksaan, karena anak memang harus menerima pendidikan, sebagaimana Rasulullah bersabda,
'Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat apabila mencapai usia tujuh tahun dan pukullah mereka (kalau meninggalkan shalat) pada usia sepuluh tahun.'
Hal itu dilakukan sebagai metode pendidikan; bukan hukuman. Sebab, hukuman dikenakan atas perilaku kejahatan. Sementara perilaku anak kecil tidak disebut tindak kejahatan. Berbeda lagi dengan orang gila dan anak kecil yang belum berakal, keduanya tidak termasuk kategori yang dihukum atau diberi pendidikan."
Salah seorang filosif mengatakan, "Mayoritas orang memperoleh tabiat buruk dari kebiasaan semasa kecil yang tidak diubah dengan pengajaran dan pendidikan yang dapat memperbaiki akhlak dan peirlaku mereka." Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk mendidikan dan mengajar anak di waktu mereka masih kecil.
Seseorang akan lebih condong dan lebih berepegang teguh pada adat kebiasaannya. Sehingga, tidak ada sesuatu pun diantara penyebab buruk yang lebih kuat dari apabila dalam wataknya tertanam kebiasaan seperti ini. Apabila pendidikan dan pengajaran terhadap tabiat dan watak tidak ditanamkan sedari kecil, maka kebiasaan saja sudah cukup untuk menguasai seseorang di saat besar.
Ya, betapa banyak orang yang harus berjuang keras melawan kecondongan tabiat buruk dalam dirinya yang lahir karena kebiasaan. Misalkan, seorang anak tidak biasa diajar berkata lembut, maka saat sudah besar akan sulit baginya menahan kecondongan diri berkata kasar sekalipun ia tahu itu tidak baik. Atau seorang anak tidak biasa diajarkan menjaga kebersihan, saat sudah besar akan sulit baginya membersihkan rumahnya sekalipun ia tahu itu harus dilawan. Akal memahami, tapi kebiasaan tidak mendukung, maka ibarat sebuah perahu berusaha melawan arus sungai yang deras; dibutuhkan perjuangan dan usaha luar biasa. Sepenting itu memberikan pendidikan atas kebiasaan dan skill kebaikan pada anak, karena kelak akan menjadi watak yang sulit diubah. Maka hadiah apa yang lebih indah bagi anak dari orang tua selain ditanamkan kebiasaan yang baik?
Ah, membaca bagian ini membuat saya teringat akan perkataan Bu Elly Risman, "Pengasuhan adalah tentang menanamkan kebiasaan (habbit) baik, dan menciptakan kenangan."
Dan manusia punya tahap perkembangan masing-masing yang Ia ciptakan bukan tanpa maksud. Akan lebih mudah bagi kita membentuk seseorang dari semasa kecilnya. Akan ada masanya, saat seseorang sudah beranjak besar ia akan lebih susah berubah, lebih susah menerima pendidikan.
Apabila anak memiliki tabiat yang baik (seperti punya rasa malu, mencintai kemuliaan, sayang, dan suka kejujuran) maka mendidik dan mengajarnya cukup mudah, yaitu dengan pujian dan celaan saja sudah cukup untk memberitahukan ini baik dan ini buruk. Tapi bila si anak sedikit rasa malunya, kurang mencintai kemuliaan, beringas, dan suka berbohong, maka mendidiknya pun cukup susah. Maka mendidiknya perlu disertai ancaman ketika dia melakukan keburukan, dan dilanjutkan dengan pukulan (dengan ketentuan tertentu) apabila ancaman tersebut tidak berhasil.
Seorang anak sudah seharusnya diperhatikan bagaimana cara dia berkata, dengan siapa dia berteman, gerakannya, tidurnya, bangunnya, makannya, minumannya, dan lain sebagainya.
Jadi jelas sudah bahwa hukuman hakikatnya dibutuhkan sebagai penawar atau obat. Hukuman yang bagaimana? Untuk kondisi seperti apa? Akan dijelaskan di bagian selanjutnya, insyaAllah..
Imam Al-Ghazali berkata,
"Anak kecil apabila dilalaikan pada awal pertumbuhannya, biasanya dia akan tumbuh dengan memiliki akhlak yang buruk: suka berdusta, pengdengki, suka mencuri, mengadu domba, suka mencampuri urusan orang lain, suka melecehkan orang lain, dan menipu. Semua itu bisa dihindari dengan pendidikan yang baik."
Sebelum memulai tentang pembahasan mengenai hukuman, pada buku ini sebelumnya telah dibahas mengenai metode kenabian dalam mendidik akal dan kejiwaan anak. Namun bila segala metode tersebut telah dilakukan tapi belum berhasil, barulah diperlukan pengobatan berupa hukuman. Jadi bisa dibilang hukuman adalah jalan terakhir dari segala metode pendidikan (akal dan jiwa). Hukuman dilakukan semata agar anak sadar bahwa apa yang ia lakukan adalah hal yang serius dan bukan main-main. sehingga ia makin menyadari nilai kasih sayang dan kelembutan yang selama ini ia dapatkan sebelum di hukum. Selain itu juga agar ia menyadari pentingnya ketaatan, sikap, dan perilaku yang baik.
Al-Kasani dalam kitab Al-Bada'i ush Shanaa'i mengatakan, "Anak dihukum karena pendidikan, bukan siksaan, karena anak memang harus menerima pendidikan, sebagaimana Rasulullah bersabda,
'Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat apabila mencapai usia tujuh tahun dan pukullah mereka (kalau meninggalkan shalat) pada usia sepuluh tahun.'
Hal itu dilakukan sebagai metode pendidikan; bukan hukuman. Sebab, hukuman dikenakan atas perilaku kejahatan. Sementara perilaku anak kecil tidak disebut tindak kejahatan. Berbeda lagi dengan orang gila dan anak kecil yang belum berakal, keduanya tidak termasuk kategori yang dihukum atau diberi pendidikan."
Salah seorang filosif mengatakan, "Mayoritas orang memperoleh tabiat buruk dari kebiasaan semasa kecil yang tidak diubah dengan pengajaran dan pendidikan yang dapat memperbaiki akhlak dan peirlaku mereka." Oleh karena itu, kita diperintahkan untuk mendidikan dan mengajar anak di waktu mereka masih kecil.
Seseorang akan lebih condong dan lebih berepegang teguh pada adat kebiasaannya. Sehingga, tidak ada sesuatu pun diantara penyebab buruk yang lebih kuat dari apabila dalam wataknya tertanam kebiasaan seperti ini. Apabila pendidikan dan pengajaran terhadap tabiat dan watak tidak ditanamkan sedari kecil, maka kebiasaan saja sudah cukup untuk menguasai seseorang di saat besar.
Ya, betapa banyak orang yang harus berjuang keras melawan kecondongan tabiat buruk dalam dirinya yang lahir karena kebiasaan. Misalkan, seorang anak tidak biasa diajar berkata lembut, maka saat sudah besar akan sulit baginya menahan kecondongan diri berkata kasar sekalipun ia tahu itu tidak baik. Atau seorang anak tidak biasa diajarkan menjaga kebersihan, saat sudah besar akan sulit baginya membersihkan rumahnya sekalipun ia tahu itu harus dilawan. Akal memahami, tapi kebiasaan tidak mendukung, maka ibarat sebuah perahu berusaha melawan arus sungai yang deras; dibutuhkan perjuangan dan usaha luar biasa. Sepenting itu memberikan pendidikan atas kebiasaan dan skill kebaikan pada anak, karena kelak akan menjadi watak yang sulit diubah. Maka hadiah apa yang lebih indah bagi anak dari orang tua selain ditanamkan kebiasaan yang baik?
Ah, membaca bagian ini membuat saya teringat akan perkataan Bu Elly Risman, "Pengasuhan adalah tentang menanamkan kebiasaan (habbit) baik, dan menciptakan kenangan."
Dan manusia punya tahap perkembangan masing-masing yang Ia ciptakan bukan tanpa maksud. Akan lebih mudah bagi kita membentuk seseorang dari semasa kecilnya. Akan ada masanya, saat seseorang sudah beranjak besar ia akan lebih susah berubah, lebih susah menerima pendidikan.
Apabila anak memiliki tabiat yang baik (seperti punya rasa malu, mencintai kemuliaan, sayang, dan suka kejujuran) maka mendidik dan mengajarnya cukup mudah, yaitu dengan pujian dan celaan saja sudah cukup untk memberitahukan ini baik dan ini buruk. Tapi bila si anak sedikit rasa malunya, kurang mencintai kemuliaan, beringas, dan suka berbohong, maka mendidiknya pun cukup susah. Maka mendidiknya perlu disertai ancaman ketika dia melakukan keburukan, dan dilanjutkan dengan pukulan (dengan ketentuan tertentu) apabila ancaman tersebut tidak berhasil.
Seorang anak sudah seharusnya diperhatikan bagaimana cara dia berkata, dengan siapa dia berteman, gerakannya, tidurnya, bangunnya, makannya, minumannya, dan lain sebagainya.
Jadi jelas sudah bahwa hukuman hakikatnya dibutuhkan sebagai penawar atau obat. Hukuman yang bagaimana? Untuk kondisi seperti apa? Akan dijelaskan di bagian selanjutnya, insyaAllah..
Disarikan dari buku Prophetic Parenting; Cara Nabi Mendidik Anak, karya Dr. Muhammad Nur Abduh Hafidz Suwaid, terbitan Pro-U Media.
Resume lainnya,
bagian kedua= Kunci Itu Bernama Wanita Shalihah
bagian pertama= Hal Besar di Tangan Orang Tua
bagian kedua= Kunci Itu Bernama Wanita Shalihah
bagian pertama= Hal Besar di Tangan Orang Tua
bagian ketiga= Nafkah Halal bagi Keluarga
Comments
Post a Comment