Ayah dan Anak
Abis liat status teh patra (Bagaimana Ibu Merekayasa Hubungan Anak-Ayah Agar Harmonis) di FB dan saya jadi menyadari sesuatu. Pada umumnya, di kultur Indonesia, sosok ayah memanglah seperti itu. Butuh usaha keras dari pihak ibu untuk sekedar membuat ayah dan anaknya memiliki hubungan yang cair, perlu dorongan ekstra dari ibu untuk membuat ayah turut terjun langsung memegang anak (literally menyentuh dan memegang).
Fenomena yang cukup membuat miris sebenarnya, karena sosok ayah tentunya penting dalam diri tiap anak. Saya merasakan sendiri bagaimana peranan seorang ayah sangat mempengaruhi karakter diri saya sampai saat ini, baik atau buruknya. Terlebih, di pundak seorang ayahlah sejatinya tanggung jawab utama pendidikan anak. Ayahlah yang memegang amanat tertinggi untuk menjaga keluarganya dari api neraka. Tapi bagaimana kalau banyak ayah yang tidak menyadari bahwa kehadiran dan peranannya begitu penting?
Ust. Budi Ashari menjelaskan, sosok Ibunda Maryam, wanita terbaik sepanjang sejarah tidak lepas dari sosok ayah. Imron meninggal sebelum Maryam lahir, tapi beliau tidak kehilangan figur ayah dari pamannya, Nabi Zakaria. Sosok ayah dengan nasihat dan perlindungannya sangat berpengaruh di hati dan kepribadian setiap anak. Hal ini yang sering kali diabaikan dan dianggap remeh kaum ayah, semoga rumah kita terhindar dari hal sedemikian.
Dalam kisah orang-orang shalih terdahulu terdapat hikmah dan pembelajaran yang luar biasa. Banyak cuplik percakapan antara para anbiya dengan anaknya, seperti Yusuf kecil yang bercerita kepada Nabi Yaqub AS perihal mimpinya. Bayangkan, seorang anak menceritakan hal besar yang mengusiknya, pertama kali, adalah kepada Ayahnya.
Lalu juga bagaimana Nabi Ibarahim AS menanyakan pendapat Ismail yang saat itu masih muda perihal perintah Allah penyembelihan dirinya. Bukan hal kecil, penyembelihan! Tapi Nabi Ismail AS menyikapinya dengan luar biasa. Padahal sebagaimana yang kita tahu, Nabi Ibrahim AS meninggalkan Ismail kecil di padang pasir sedari bayi. Kehadirannya secara fisik tidak banyak di hari-hari Ismail, tapi itu bukan halangan. Karena Ia telah berhasil mendidik Hajar, mengestafetkan visi dan misi pengasuhan keluarganya. Juga bagaimana Luqman menasehati anaknya yang sampai diabadikan dalam alquran. Semua kisah tersebut penuh hikmah, tidak sembarang kisah pantas diabadikan dalam kitab suci. Pasti ada pelajaran mendalam disana, bagi mereka yang mau memikirkan dan menerima kebenaran.
Kembali ke status tersebut, membacanya, saya jadi merenung. Betapa beruntungnya saya. Saat ayah lain mungkin misuh-misuh lihat anak belum wangi, Mas dengan ringan tangannya pulang kantor langsung ikut memandikan Asiyah. Tepatnya, bermain air dan bermain peran dengan Asiyah di bak mandi. Ia tidak melihat aktivitas memandikan anak sebagai beban, tetapi sarana bermain dan mengajarkan anak aneka hal. Konsep terapung-tenggelam, aneka warna, mengajarkan bagaimana biar diguyur tapi ga sakit, dan sebagainya. Begitu pula dalam hal bermain, menyuapi, mengganti popok, Mas ga keberatan membantu saya.
Memang tugas penting seorang ayah adalah bekerja dan mencari nafkah, dan hal itu sama sekali tidak mudah. Tapi mencari uang saja tidak cukup, bagaimana bisa seorang ayah memberi nasihat ke anaknya bila tidak dibangun kedekatan batin dengan anak sedari awal? Bagaimana bisa seorang ayah berpikir 'toh nanti kalau sudah besar bisa didekati' kalau tidak dibuat fondasinya sedari kecil?
Dekat pun belum jaminan, perlu ada kesadaran mendalam bagi tiap laki-laki bahwa ia memikul amanah besar; yang harus disikapi dengan profesional. Semuanya ada dalam diri panutan kita, Rasulullah SAW. Maka mendalami sirah, menggali ilmu yang sudah pasti kebenarannya (alquran), adalah keharusan. Bismillah, semoga Allah anugerahkan kita semua kesadaran dan kemudahan..
Semoga keluarga kita dan seluruh keluarga di Indonesia Allah lindungi selalu. Setidaknya mulai dari apa yang dapat kita lakukan.
Fenomena yang cukup membuat miris sebenarnya, karena sosok ayah tentunya penting dalam diri tiap anak. Saya merasakan sendiri bagaimana peranan seorang ayah sangat mempengaruhi karakter diri saya sampai saat ini, baik atau buruknya. Terlebih, di pundak seorang ayahlah sejatinya tanggung jawab utama pendidikan anak. Ayahlah yang memegang amanat tertinggi untuk menjaga keluarganya dari api neraka. Tapi bagaimana kalau banyak ayah yang tidak menyadari bahwa kehadiran dan peranannya begitu penting?
Ust. Budi Ashari menjelaskan, sosok Ibunda Maryam, wanita terbaik sepanjang sejarah tidak lepas dari sosok ayah. Imron meninggal sebelum Maryam lahir, tapi beliau tidak kehilangan figur ayah dari pamannya, Nabi Zakaria. Sosok ayah dengan nasihat dan perlindungannya sangat berpengaruh di hati dan kepribadian setiap anak. Hal ini yang sering kali diabaikan dan dianggap remeh kaum ayah, semoga rumah kita terhindar dari hal sedemikian.
Dalam kisah orang-orang shalih terdahulu terdapat hikmah dan pembelajaran yang luar biasa. Banyak cuplik percakapan antara para anbiya dengan anaknya, seperti Yusuf kecil yang bercerita kepada Nabi Yaqub AS perihal mimpinya. Bayangkan, seorang anak menceritakan hal besar yang mengusiknya, pertama kali, adalah kepada Ayahnya.
Lalu juga bagaimana Nabi Ibarahim AS menanyakan pendapat Ismail yang saat itu masih muda perihal perintah Allah penyembelihan dirinya. Bukan hal kecil, penyembelihan! Tapi Nabi Ismail AS menyikapinya dengan luar biasa. Padahal sebagaimana yang kita tahu, Nabi Ibrahim AS meninggalkan Ismail kecil di padang pasir sedari bayi. Kehadirannya secara fisik tidak banyak di hari-hari Ismail, tapi itu bukan halangan. Karena Ia telah berhasil mendidik Hajar, mengestafetkan visi dan misi pengasuhan keluarganya. Juga bagaimana Luqman menasehati anaknya yang sampai diabadikan dalam alquran. Semua kisah tersebut penuh hikmah, tidak sembarang kisah pantas diabadikan dalam kitab suci. Pasti ada pelajaran mendalam disana, bagi mereka yang mau memikirkan dan menerima kebenaran.
Kembali ke status tersebut, membacanya, saya jadi merenung. Betapa beruntungnya saya. Saat ayah lain mungkin misuh-misuh lihat anak belum wangi, Mas dengan ringan tangannya pulang kantor langsung ikut memandikan Asiyah. Tepatnya, bermain air dan bermain peran dengan Asiyah di bak mandi. Ia tidak melihat aktivitas memandikan anak sebagai beban, tetapi sarana bermain dan mengajarkan anak aneka hal. Konsep terapung-tenggelam, aneka warna, mengajarkan bagaimana biar diguyur tapi ga sakit, dan sebagainya. Begitu pula dalam hal bermain, menyuapi, mengganti popok, Mas ga keberatan membantu saya.
Memang tugas penting seorang ayah adalah bekerja dan mencari nafkah, dan hal itu sama sekali tidak mudah. Tapi mencari uang saja tidak cukup, bagaimana bisa seorang ayah memberi nasihat ke anaknya bila tidak dibangun kedekatan batin dengan anak sedari awal? Bagaimana bisa seorang ayah berpikir 'toh nanti kalau sudah besar bisa didekati' kalau tidak dibuat fondasinya sedari kecil?
Dekat pun belum jaminan, perlu ada kesadaran mendalam bagi tiap laki-laki bahwa ia memikul amanah besar; yang harus disikapi dengan profesional. Semuanya ada dalam diri panutan kita, Rasulullah SAW. Maka mendalami sirah, menggali ilmu yang sudah pasti kebenarannya (alquran), adalah keharusan. Bismillah, semoga Allah anugerahkan kita semua kesadaran dan kemudahan..
Semoga keluarga kita dan seluruh keluarga di Indonesia Allah lindungi selalu. Setidaknya mulai dari apa yang dapat kita lakukan.
be grateful..
Comments
Post a Comment