Mencari Permata
"Maafkan, lapangkan dada. Karena manfaat pertama dari maaf bukanlah untuk yang dimaafkan, melainkan damainya hati sang pemaaf. Dendam adalah menenggak racun ke mulut sendiri, lalu berharap orang lain yang mati.
Tapi janganlah kita keliru tangkap ketika ada yang menghadiahkan kata-kata tak mengenakkan. Sering kali kita mengiranya sebagai kedengkian sesama, padahal justru ia adalah cinta, kepedulian, dan ketulusan yang berhimpun dalam nasehat yang berjuta rasa.
Nasehat itu permata. Baik diselipkan ke saku, digenggamkan ke tangan, ataupun ditimpukkan ke muka, ia tetaplah permata. Ambil permatanya. Sebab ia jauh lebih mudah daripada mencarinya sendiri ke kedalaman bumi.
Kalau kita merasa sakit tiap kali diberi nasehat, mungkin justru hati kita yang perlu dirawat inap.
Ah iya. Sebenarnya semua nikmat akan mengundang rasa dengki, kecuali nikmat menjadi pribadi rendah hati. Dan sebenarnya semua bencana akan mengundang rasa iba, kecuali bencana menjadi orang sombong lagi menepuk dada."
-Ust. Salim A. Fillah dalam 'Bersama Sesama'.
***
Kali pertama mendapatkan nasihat atau bahkan teguran, boleh jadi terasa kaget atau bahkan 'sakit'. Apalagi bila kita merasa yang menyampaikan kurang baik adabnya, atau malah kita merasa yang menyampaikan tidak lebih baik daripada kita. Emosi kita pun mudah terpancing. Tapi siapa yang bisa menahan diri, disitulah letak kemuliaannya, karena kesabaran sejatinya ada di pukulan pertama. Maka, tahan saja dulu, telan saja dulu, endapkan saja dulu.
Sayangnya yang kadang terjadi adalah, kedua pihak, pemberi nasihat maupun penerimanya sama-sama merasa benar, lantas saling melempar 'permata' dengan segala macam cara. Ada yang menimpuk permata nasihat itu dengan kasar, ada yang dengan diselipkan pada sindiran, dan sebagainya. Kedua pihak saling menimpuk lantas mengakibatkan luka, tapi membiarkan permata-permata itu berjatuhan. Sehingga hanya sakit dan rusak silaturahmilah yang tersisa, sedangkan permata nasihat itu jadi sia-sia tak ada yang mau mengambilnya.
Mungkin bukan sekarang kita memahaminya, boleh jadi esok-lusa kita berubah pikiran dan menyadari hikmah dari nasihatnya. Jangan sampai tingginya ego kita menghalangi merasuknya ilmu dan hikmah ke dalam dada. Rugi, sungguh rugi.
Bahkan saat kita merasa orang yang menyampaikan tidak tahu apa-apa tentang kita, atau bahkan lebih rendah dari kita, disitulah sudah ada gejala kesombongan di hati kita. Sombong adalah saat kita menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Bahkan sekalipun nasihat itu keluar dari mulut anak-anak.
Ibnu Qoyyim dalam kitab Madarijus Salikin berkata,
"Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya, maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq (benar); kalam-nya benar, agamanya-Nya benar.
Kebenaran datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
***
Suatu ketika, seorang Tabi Tabi'in yang begitu mirip fisik dan akhlaknya dengan Rasulullah SAW, Hasan Al-Basri, kedatangan murid-muridnya.
"Syeikh, Anda dibicarakan keburukannya oleh si fulan di belakang."
"Iya kah? Apa kamu tahu rumahnya? Tolong antarkan aku kesana."
Dalam perjalanan, beliau menghampiri pasar, membeli hadiah. Para murid bertanya,
"Syekh, untuk siapa Syeikh membeli barang ini?"
"Ini untuk ia sudah bersedia menyebutkan aib dan kesalahan saya."
Murid-muridnya kebingungan, beliau dighibah orang tapi malah membelikan hadiah.
Saat mereka tiba di rumah si fulan, pucatlah ia mengetahui bahwa ia didatangi orang yang sering ia bicarakan aibnya.
Hasan Al-Basri lantas memberikan hadiah tersebut pada beliau dan berterima kasih karena telah berkenan memberi tahu keburukannya.
- Dari menit ke tiga puluh, Renungan Subuh Bersama Sahabat oleh Ustadz Zulkifli Muhammad Ali, Lc. https://www.youtube.com/watch?v=5jD-vbnymMY
_Catatan di Penghujung Ramadhan_
Tapi janganlah kita keliru tangkap ketika ada yang menghadiahkan kata-kata tak mengenakkan. Sering kali kita mengiranya sebagai kedengkian sesama, padahal justru ia adalah cinta, kepedulian, dan ketulusan yang berhimpun dalam nasehat yang berjuta rasa.
Nasehat itu permata. Baik diselipkan ke saku, digenggamkan ke tangan, ataupun ditimpukkan ke muka, ia tetaplah permata. Ambil permatanya. Sebab ia jauh lebih mudah daripada mencarinya sendiri ke kedalaman bumi.
Kalau kita merasa sakit tiap kali diberi nasehat, mungkin justru hati kita yang perlu dirawat inap.
Ah iya. Sebenarnya semua nikmat akan mengundang rasa dengki, kecuali nikmat menjadi pribadi rendah hati. Dan sebenarnya semua bencana akan mengundang rasa iba, kecuali bencana menjadi orang sombong lagi menepuk dada."
-Ust. Salim A. Fillah dalam 'Bersama Sesama'.
***
Kali pertama mendapatkan nasihat atau bahkan teguran, boleh jadi terasa kaget atau bahkan 'sakit'. Apalagi bila kita merasa yang menyampaikan kurang baik adabnya, atau malah kita merasa yang menyampaikan tidak lebih baik daripada kita. Emosi kita pun mudah terpancing. Tapi siapa yang bisa menahan diri, disitulah letak kemuliaannya, karena kesabaran sejatinya ada di pukulan pertama. Maka, tahan saja dulu, telan saja dulu, endapkan saja dulu.
Sayangnya yang kadang terjadi adalah, kedua pihak, pemberi nasihat maupun penerimanya sama-sama merasa benar, lantas saling melempar 'permata' dengan segala macam cara. Ada yang menimpuk permata nasihat itu dengan kasar, ada yang dengan diselipkan pada sindiran, dan sebagainya. Kedua pihak saling menimpuk lantas mengakibatkan luka, tapi membiarkan permata-permata itu berjatuhan. Sehingga hanya sakit dan rusak silaturahmilah yang tersisa, sedangkan permata nasihat itu jadi sia-sia tak ada yang mau mengambilnya.
Mungkin bukan sekarang kita memahaminya, boleh jadi esok-lusa kita berubah pikiran dan menyadari hikmah dari nasihatnya. Jangan sampai tingginya ego kita menghalangi merasuknya ilmu dan hikmah ke dalam dada. Rugi, sungguh rugi.
Bahkan saat kita merasa orang yang menyampaikan tidak tahu apa-apa tentang kita, atau bahkan lebih rendah dari kita, disitulah sudah ada gejala kesombongan di hati kita. Sombong adalah saat kita menolak kebenaran dan meremehkan orang lain. Bahkan sekalipun nasihat itu keluar dari mulut anak-anak.
Ibnu Qoyyim dalam kitab Madarijus Salikin berkata,
"Barangsiapa yang angkuh untuk tunduk kepada kebenaran walaupun datang dari anak kecil atau orang yang dimarahinya atau yang dimusuhinya, maka kesombongan orang tersebut hanyalah kesombongan kepada Allah karena Allah adalah Al-Haq (benar); kalam-nya benar, agamanya-Nya benar.
Kebenaran datangnya dari Allah dan kepada-Nya akan kembali. Barangsiapa menyombongkan diri untuk menerima kebenaran berarti dia menolak segala yang datang dari Allah dan menyombongkan diri di hadapan-Nya.”
***
Suatu ketika, seorang Tabi Tabi'in yang begitu mirip fisik dan akhlaknya dengan Rasulullah SAW, Hasan Al-Basri, kedatangan murid-muridnya.
"Syeikh, Anda dibicarakan keburukannya oleh si fulan di belakang."
"Iya kah? Apa kamu tahu rumahnya? Tolong antarkan aku kesana."
Dalam perjalanan, beliau menghampiri pasar, membeli hadiah. Para murid bertanya,
"Syekh, untuk siapa Syeikh membeli barang ini?"
"Ini untuk ia sudah bersedia menyebutkan aib dan kesalahan saya."
Murid-muridnya kebingungan, beliau dighibah orang tapi malah membelikan hadiah.
Saat mereka tiba di rumah si fulan, pucatlah ia mengetahui bahwa ia didatangi orang yang sering ia bicarakan aibnya.
Hasan Al-Basri lantas memberikan hadiah tersebut pada beliau dan berterima kasih karena telah berkenan memberi tahu keburukannya.
- Dari menit ke tiga puluh, Renungan Subuh Bersama Sahabat oleh Ustadz Zulkifli Muhammad Ali, Lc. https://www.youtube.com/watch?v=5jD-vbnymMY
***
Masih jauh diri ini dari teladan yang ada. Tapi bukankah keteladanan ada untuk dicontoh? Semoga ia bersihkan hati kita, hilangkan kesombongan sebersih-bersihnya, agar lapang dan terang terasa hidup ini, agar mudah merasuk hikmah yang kita temui..
Masih jauh diri ini dari teladan yang ada. Tapi bukankah keteladanan ada untuk dicontoh? Semoga ia bersihkan hati kita, hilangkan kesombongan sebersih-bersihnya, agar lapang dan terang terasa hidup ini, agar mudah merasuk hikmah yang kita temui..
nasihat yang sungguh berat diawalnya, tapi tak ternilai harganya
_Catatan di Penghujung Ramadhan_
Comments
Post a Comment