Untuk Apa?

Setahun yang lalu, tepatnya Winter 2014, seorang teman yang sudah saya anggap kakak saya sendiri , Mbak Afrina, mengajak saya melakukan sesuatu yang saya anggap 'gila'. Ia meminta saya menjadi guru TPA (Taman Pendidikan Alquran), tepatnya menjadi guru TPA di Göteborg seorang diri dalam keadaan hati amburadul karena masih adaptasi menjadi ibu (atau mungkin bahasa kerennya babyblues).

Kalau logisnya, saya akan menolak, ngurus diri sendiri aja belum bener, ngurus bayi masih keteteran, ini lagi nambah-nambahin pe-er. Tapi, deep down inside, saya tahu ini boleh jadi mengandung kebaikan, saya tahu ada kesempatan amalan yang begitu besar, yang saya ga mau merugi karena melewatkannya. Dan sejujurnya, ide serupa, pernah terbersit di benak saya, dulu sekali.

Maka bermodal bismillah, saya coba melakukannya. Kami merancang kurikulum (seadanya) berdua, saya bagian huruf hijaiyah dan beliau bagian materi tematik. Saya merasa senang karena ada partner dimana saya banyak belajar dari beliau; tentang semangat, tentang berpikir positif, tentang menikmati proses, dan banyak lainnya. Lalu enam bulan kemudian beliau kembali ke Indonesia, saya pun seperti kehilangan arah. Saya yang tadinya merasa hanya mendukung, ibaratnya co-pilot, lalu sekarang seperti anak ayam kehilangan induk. What should I do?

Oh tentunya, ibu-ibu lainnya banyak yang mendukung. Luar biasa Mbak Ninis membelikan aneka peralatan, mengatur keuangan. Juga ibu-ibu lainnya yang koperatif diajak diskusi.

Tapi saya merasa saya belum cukup kuat untuk menjadi lokomotifnya. Saya bukanlah ahli pendidikan, bukanlah ahli quran hadist, dan masih banyak kekurangan lainnya. Saya merasa butuh partner yang dapat menguatkan dalam suka dan duka, bahkan kadang saya hanya merasa butuh disemangati dan diyakinkan kalo yang saya lakukan ini memang patut diperjuangkan. Ya, selemah itu.. Tapi suami saya bilang, "Kalau semua orang nunggu baik dulu baru berbuat kebaikan, mau sampe kapan? Dunia keburu makin rusak kalo semua orang mikir gitu.." Well..

Saya hanyalah seorang ibu akhir zaman yang berharap anaknya selamat dari fitnah akhir zaman. Saya hanyalah seorang manusia akhir zaman yang diperlihatkan dapat seburuk apa dampak abai dalam mendidik anak. Saya hanya seorang hamba yang tinggi harapannya tapi kerap limbung dalam berpijak.

Dan saya menyadari, ada sunatullah yang tak pernah meleset, sesuatu akan selamat bila diserahkan pada ahlinya. Maka pilihannya hanya dua, kami yang mengejar bola dengan memantaskan diri (walaupun pasti berat, butuh pengorbanan dan kesadaran tinggi), atau membiarkan bola itu bergelinding mencari tangan lain yang lebih pantas.

Karena saya percaya,
kereta dakwah akan terus berjalan, dengan atau tanpa kita..

Lalu ditengah kegalauan, entah bagaimana permulaannya, grup teman-teman GAMAIS (Rohisnya ITB) yang bermukim di Eropa tiba diperbincangan mengenai pengajian di daerah masing-masing. Lalu saya jadi tahu kalau Indah, teman saya yang saat ini sedang sekolah di Marseille, Perancis, sedang merintis pengajian dan TPA disana. Saya seperti bertemu 'pacar' alias teman seperjuangan, yang dinanti-nanti ternyata dekat saja. 

Dan juga tetiba nemu blog ini, sharing dari seorang ibu tentang madrasah di Colchester, UK.
"kadang di satu kota, bukan jumlah muslimnya yang sedikit. Tetapi muslim yang mau aktif, berkontribusi untuk komunitas, ini yang sedikit. Sebetulnya jumlah yang muslim banyak. Dan semua kepingin ada masjid, ada toko yang menjual daging halal, ada madrasah, ada komunitas muslim. Hanya saja yang mau dan mampu berkhidmad meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran demi mewujudkan keinginan menjadi kenyataan, ini mungkin yang jumlahnya tidak banyak."
Dan pas lagi ngaji kebuka ayat ini,
"Untuk (kemenangan) serupa ini, hendaklah beramal orang-orang yang mampu beramal."
(QS. As-Saffat: 61)

Semoga Allah tunjukkan jalan ya. Mohon doakan kami disini, ya?

Kalau memang yang terbaik bukan sekarang, sungguh tak apa, karena hasil akhir sejatinya hanya dalam genggaman-Nya.

"Dan barangsiapa berserah diri kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhu (tali) yang kokoh. Hanya kepada Allah kesudahan segala urusan." (QS. Luqman: 22)





Comments

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia