Baik?

Pujian itu melenakan,
Sanjungan itu melemahkan,
Bila kita memasukannya ke hati dan terbuai olehnya.

Suatu hari ada broadcast WA yang sangat sarat hikmah, ingin saya abadikan dalam blog ini, berikut isinya:

***

Dalam sebuah kultum, DR. Syafiq bin Riza Basalamah berkata, “Seseorang itu kalau sudah merasa ‘baik', sulit diperbaiki.”

Sungguh perkataan singkat yang amat menusuk dan amat dalam maknanya. Awal mula tertimpanya keburukan bagi seseorang adalah apabila dia merasa dirinya sebagai ‘orang baik’.

Perkataan beliau ini mengingatkan kita tentang nasehat dari ‘Aisyah RA ketika Rasullullah SAW ditanya,

"Kapan seseorang itu dikatakan buruk?
Rasulullah SAW menjawab,
Ketika dia menyangka dirinya seorang yang baik."
(At-Taisiir bisyarh Al-Jaami’ as-Shoghiir 2/606)

Benarlah perkataan beliau, awal mula keterperosokan seseorang dalam keburukan, ketika dia menilai dirinya sebagai seorang yang baik. Maka diapun akan mulai merendahkan orang lain. Maka dia pun merasa serba-berkecukupan, sehingga menghalangi dirinya untuk terus memperbaiki segala keburukannya, kesalahannya, kekeliruannya, serta kekurangan-kekurangannya dalam penunaian kebaikan.

Demikian pula, seseorang itu sulit mendapatkan ilmu, ketika sudah merasa berilmu.

Fudhayl bin ‘Iyyaadh ditanyakan tentang tawadhu’, maka beliau menjawab:

"Engkau tunduk dan patuh pada kebenaran, meskipun engkau mendengarnya dari seorang anak kecil; (ketika engkau mendapati ia menyampaikan kebenaran), maka engkau menerima kebenaran tersebut darinya. Meskipun engkau mendengarnya dari manusia yang paling bodoh; (ketika engkau mendapati ia menyampaikan kebenaran), maka engkau menerima kebenaran tersebut darinya."
(Hilyatul Auliyaa’ 8/91)

Jangan sampai banyaknya pengajian yang telah kita hadiri, banyaknya buku yang telah kita baca, banyaknya nasehat yang kita dapatkan dari saudara seiman kita; tapi itu semua tidaklah menambah keimanan dalam hati-hati kita. Sehingga ketika kita mendapati nasehat, masukan, saran atau kritik dari saudara kita (dan apa yang disampaikan tersebut benar); yang kita nilai level keilmuannya mungkin lebih rendah dari kita; lantas kita malah menolaknya hanya karena hal tersebut. Sehingga kitapun terhalang dari mendapatkan ilmu karena sikap tersebut. Sehingga kitapun menjadi terbelakang, karena sikap tersebut…

Demikian pula, seseorang itu sulit mengakui dan menghadirkan kekurangan amal dirinya, apabila dia telah menyangka amalnya sudah sempurna (apalagi menyangka amalnya sudah diterima); sehingga ia pun enggan memperbaiki kualitas amalnya, apalagi menambahkan kuantitasnya.

Berkata salah seorang ulama ketika melihat orang yang mengagumi amalnya:ِ

“Janganlah engkau terpedaya dengan apa yang kau lihat dariku, sesungguhnya iblis beribadah kepada Allah SWT ribuan tahun, kemudian dia menjadi kafir”
(At-Taisiir bisyarh Al-Jaami’ as-Shoghiir 2/606)

***

Sebagaimana pesan dari Sayyidina Umar Ra,

“Jangan pernah tertipu oleh teriakan seseorang (dakwah bersuara/bernada keras). Tapi akuilah orang yang menyampaikan amanah dan tidak menyakiti orang lain dengan tangan dan lidahnya“

“Orang yang tidak memiliki tiga perkara berikut, berarti imannya belum bermanfaat. Tiga perkara tersebut adalah santun ketika mengingatkan orang lain; sikap hati-hati (wara) yang menjauhkannya dari hal-hal yang terlarang; dan akhlak mulia dalam bermasyarkat (bergaul)“.

“Yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah bangga terhadap pendapatnya sendiri. Ketahuilah orang yang mengakui sebagai orang cerdas sebenarnya adalah orang yang sangat bodoh. Orang yang mengatakan bahwa dirinya pasti masuk surga, dia akan masuk neraka.“

Comments

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia