Jangan Jadi Orang Tua Durhaka

Suatu pagi saya menerima broadcast whatsapp di grup 'melingkar' emak-emak. Isinya tentang parenting, bagus banget tapi cukup panjang. Biar enak bacanya, saya coba share disini. Kebetulan pas banget beberapa poinnya baru aja saya denger beberapa hari sebelumnya dan sempet saya posting disini; Menyayangi Anak Dimulai Sebelum Mereka Ada. Semoga bermanfaat ya ^^

---

[Notulensi Kajian Ahad Pagi Pekan ke-4, Kajian Ketahanan Keluarga]

Jangan Jadi Orang Tua Durhaka
Bersama :
Ustadz Bendri Jaisyurrahman
(Pegiat Komunitas @SahabatAyah)
Ahad, 24 Januari 2016
07.00-09.00 WIB
Aula Utama Masjid UI Depok

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,

QS. Al-Alqaf : 15-18
- Ayat 15
Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".
- Ayat 16
Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang baik yang telah mereka kerjakan dan Kami ampuni kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni surga, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.
- Ayat 17
Dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". Lalu dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka".
-Ayat 18
Mereka itulah orang-orang yang telah pasti ketetapan (azab) atas mereka bersama umat-umat yang telah berlalu sebelum mereka dari jin dan manusia. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang merugi.

Selama ini pernyataan yang sering kita dengar adalah "anak durhaka", namun kenapa tema kali ini yang kita bahas adalah jangan menjadi "Orang tua durhaka". Kenapa lantas muncul istilah "orang tua durhaka"?
Istilah ini muncul diawali oleh kisah pada zaman sahabat Nabi, yaitu Umar bin Khattab, atas suatu peristiwa pengaduan seorang ayah tentang kenakalan anaknya.

"Seorang laki-laki datang menghadap Umar bin Khaththab. Ia bermaksud mengadukan anaknya yang telah berbuat durhaka kepadanya dan melupakan hak-hak orangtua. Kemudian Umar mendatangkan anak tersebut dan memberitahukan pengaduan bapaknya. Anak itu bertanya kepada Umar bin Khaththab, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah anak pun mempunyai hak-hak dari bapaknya?” . “Ya, tentu,” jawab Umar dengan tegas. Anak itu bertanya lagi, “Apakah hak-hak anak itu, wahai Amirul Mukminin?”.
1. “Memilihkan ibu yang baik untukmu,
2. Memberikan nama yang baik,
3. Mengajarkan Al-Quran kepadamu,” jawab Umar menunjukkan.
Anak itu pun berkata dengan mantap, “Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya ayahku belum pernah melakukan satu pun di antara semua hak itu. Ibuku adalah budak (wanita berketurunan hitam) dari keturunan yang beragama Majusi. Mereka menamakan aku Ju’al (orang yang berbadan pendek & hitam), dan ayahku belum pernah mengajarkan satu huruf pun dari Al-Quran. “Umar menoleh kepada laki-laki itu, dan berkata dengan tegas, “Engkau telah datang kepadaku mengadukan kedurhakaan anakmu. Padahal, engkau telah mendurhakainya sebelum dia mendurhakaimu. Engkau pun tidak berbuat baik kepadanya sebelum dia berbuat buruk kepadamu. Engkau sudah mendzalimi & merugikan anakmu lebih dahulu, sebelum anakmu mendzalimi & merugikanmu.
[Kitab Tarbiyatul Aulad Fil Islam]

Namun demikian sebagai seorang anak tidak boleh semena-mena. Seorang anak wajib berbakti kepada kedua orang tuanya. Meskipun jika orang tua berlaku jahat kepada anaknya. Bagi anak yang sholih, prinsip berbaktinya bukan karena balas jasa, tetapi kewajiban sebagai wujud pembuktian keimanannya. Hal ini seperti yang dinasehatkan oleh Luqman kepada anaknya :
QS. Luqman : 14
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَىٰ وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ
Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.

Ketika orang tua baik, maka kita akan jauh lebih baik kepada mereka. Namun ketika orang tua jahat, kita akan tetap baik kepada mereka.

Apa yang Dimaksud Orang Tua Durhaka?
- Bukan orang tua yang dikutuk oleh anak, namun orang tua yang mengabaikan hak anak
- Tugas pengasuhan : Memberikan hak anak
- Cukuplah seseorang dikatakan berdosa karena ia telah menyia-nyiakan orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
[HR. An-Nasai & Al-Hakim Syaikh Al-Bani mengatakan bahwa hadist ini hasan]

Pepatah Arab mengatakan Tazro'u Tahsudu yang artinya 'apa yang kamu tanam, itu yang kamu tuai'.
- Pengasuhan ibarat utang piutang, jika kita tidak memberikan hak anak di masa kecil, maka anak akan menagihnya di usia dewasa dengan perilaku yang menyebalkan.
Ketika kecil anak ingin bercerita, orang tua bilang,"nanti ya Nak, nanti ya Nak." Maka ketika usia sudah dewasa ketika kita membutuhkannya, anak tidak akan menghiraukannya.

Ketika anak menyebalkan, maka perlu dilihat kembali perilaku orang tua ketika anak masih kecil. Karena hal ini merupakan akibat di masa kecil hak anak tidak diberikan.

Makna Dibalik Doa
Robbighfirli wali walidayya warhamhuma kama rabbayani shaghira
Artinya : "Ya Tuhanku ampunilah aku dan kedua orang tuaku, dan sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil"
Doa ini memberikan sebuah pelajaran yang sangat penting, bahwa seberapa ingin orang tua didoakan oleh anak, maka penuhi terlebih dahulu haknya di masa kecil.
Orang tua jangan mau instan saja, tidak mau mengasuh, mendidik, dan membesarkan tetapi mau didoakan. Mau dimintakan ampun.
Anak itu titipan Allah SWT kepada orang tua, jangan lagi dititipkan kepada orang lain.

Pada zaman Ulama dulu, ketika ingin menitipkan anak. Mereka mencarikan tempat yang tidak hanya sekedar anak ada yang menjaga namun yang bisa mengajarkan anak.
Hal ini seperti yang diceritakan dalam Shirah Umar bin Abdul Aziz. Ayahnya yang bernama Abdul Aziz bin Marwan, tinggal di Madinah. Namun suatu ketika mendapat tugas di Mesir, beliau pergi bersama istrinya, maka ketika akan meninggalkan Umar, beliau terfikirkan untuk mencarikan guru terbaik untuk menitipkan Umar. Setelah melalui proses pencarian ditemukanlah guru terbaik, Syaikh Sholeh bin Khaisan. Beliau pun menitipkan Umar kepada Syaikh Sholeh. Sebelum pergi beliau berpesan kepada Syaikh Sholeh 3 hal, yaitu agar Umar diajarkan :
- Bahasa Arab yang baik
Karena dengan bisa berbahasa Arab yang baik maka diharapkan kelak bisa menyampaikan dakwah dengan bahasa yang baik & benar.
QS. Al-Ahzab : 70
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar,
- Shalat tepat waktu
- Melaporkan keadaan Umar dalam sehari-hari kepadanya. Akhirnya setiap pekan beliau menerima surat dari Syaikh.

Inilah hikmah yang bisa diambil, walaupun ingin menitipkan anak kepada orang lain, mencarikan yang terbaik, memikirkan akan keberlangsungan masa depannya seperti apa. Tidak hanya sekedar menitipkan, yang penting anak ada yang menjaga. Dengan seperti itu, maka walaupun dalam jarak jauh sang ayah masih tetap memantau perkembangan anak.
Sehingga sang ayah :
1. Tahu keadaanya setiap hari
2. Kaget, ketika suatu hari mendapat laporan anaknya datang shalat terlambat.
3. Langsung tabayun ke Madinah, kenapa anaknya bisa terlambat shalat. Syaikh pun menceritakan bahwa Umar sedang dalam masa puber, waktu itu rambutnya panjang. Sehingga ketika hendak shalat, beliau menyisir rambutnya terlebih dulu sampai akhirnya ia terlambat shalat (masbuq).
4. Lalu akhirnya, sang ayah menulis surat kepada Syaikh. Beliau mengutus Syaikh untuk memangkas habis rambut Umar.

Inilah pentingnya, walaupun dalam jarak jauh, hukuman sang ayah tetap berlaku kepada anaknya. Sehingga sang anak pun merasa bahwa ayahnya tetap memantaunya. Hal ini pun dilakukan oleh sang ayah setelah tabayun terlebih dahulu kepada Syaikh, sehingga bukan asal hukum saja.

Hak Dasar Anak Menurut Umar bin Khaththab
1. Dipilihkannya ibu/ayah yang baik
Seorang ketika mencari pendamping hidup yang dijadikan patokan bukanlah mencari istri melainkan mencari ayah/ibu untuk anaknya.
"Wanita itu dinikahi karena 4 perkara, bisa jadi karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah olehmu wanita yang memiliki agama, agar kamu tidak menyesal.
[HR. Bukhari & Muslim]

Siapa yang memilih bukan berdasarkan agama, maka kelak akan menyesal.

Kisah Farukh
Setiap meninggalkan istrinya meninggalkan 30ribu dinar setara dengan 60milyar.
Apakah uang itu digunakan untuk fashion, belanja, atau untuk membeli hal-hal yang tidak berguna?
--> Ternyata
Istrinya menjaga betul amanah sang suami, selama 27 tahun ketika Farukh kembali, beliau melihat kondisi rumahnya masih sama saja, tidak ada yang berubah. Kemudian dia melihat lelaki muda, tampan, ada di rumahnya. Dia heran siapa lelaki itu, dia pun akhirnya berkelahi dengan pemuda itu, karena dia menyangka istrinya selingkuh. Kemudian datanglah istrinya, dia pun bertanya siapa pemuda itu?
Istrinya menjawab, bahwa pemuda itu adalah anaknya, karena dulu istrinya ditinggalkan dalam kondisi hamil.
Dia pun akhirnya bertanya perihal uang yang dulu ditinggalkan untuk apa?
Istrinya pun menjawab, besok pagi akan dijelaskan.
Keesokan harinya Farukh pergi ke masjid, disana dilihatlah ada pengajian yang sangat ramai, kemudian dia bertanya siapa ulama yang mengajarkan tersebut. Ternyata ulama tersebut adalah anak Farukh. Dia akhirnya pulang dan bersyukur kepada istrinya, karena ternyata uang yang dulu dititipkan dipergunakan untuk mendidik anaknya sehingga bisa hebat seperti yang dia lihat.

Pilihlah tempat engkau menanamkan air mani (benih)mu (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)
Kalau ini kita tidak penuhi dari awal, maka kita telah menzhalimi hak anak.

Kisah menarik dari Abu Aswad
Ketika anaknya bandel dan sudah memasuki usia remaja. Maka Abu Aswad memanggilnya dan berkata,"Tolong penuhi hak ayah"!
Karena selama ini ayah sudah memberikan semua hak kamu, jadi sekarang tolong penuhi hak ayah. Anaknya pun jawab, bahwa ayahnya belum memenuhi semua haknya. Hak anak tidak hanya sekedar pemenuhan kebutuhan hidupnya.
Abu Aswad pun menjelaskan, "ayah menikah pada usia 42 tahun, bukan karena ayah tidak laku, namun karena ayah bertahun-tahun mencari ibu yang pantas untukmu.
Anaknya pun meneteskan air matanya, dia tidak menyangka sampai sebegitu perhatiannya ayahnya. Dia tidak menyangka kalau ayahnya benar-benar memikirkan akan masa depannya.

Mencari ibu/ayah bukan sekedar suami /istri
- Jika sudah terlanjur salah memilih, maka perbaikilah hubungan dengan pasangan
Inilah kaidah dalam memilih pasangan.
- Sebelum menikah, kaidahnya karena ingin mencarikan ayah/ibu bagi anaknya.
- Setelah terlanjur menikah, meskipun (meskipun dia pemalas, dia adalah istri/suamiku)
Jika sudah terlanjur menikah, dan banyak pemakluman, maka fokusnya adalah melakukan perbaikan pasangan. Agar tidak berdampak buruk kepada anaknya.
Maka ada baiknya, sebelum ke jenjang dalam mengurus anak, kita terlebih dahulu :
- Membereskan masalah personal,
- Membereskan masalah dengan pasangan
Jangan sampai ada konflik dengan pasangan terlihat oleh anak. Hal ini akan mengganggu psikologis anak.
Baru setelah itu, berlanjut dalam memikirkan mengurus masalah anak.
Jangan sampai kita saling menceritakan kejelekan pasangan di depan anak.
Penting untuk saling memperbaiki.
Jika pada akhirnya harus bercerai dalam rumah tangga, itu pilihan yang paling terakhir. Karena pada dasarnya hukum cerai itu terlarang.

2. Memilihkan nama yang baik
- Nama adalah doa
- Pilihkan nama yang bermakna baik meski tidak berbahasa arab
- Pahami juga konteks adat lokal
Dari Abu Dardaa, ia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW :"Sesungguhnya kalian akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama kalian dan nama bapak-bapak kalian. Maka baguskanlah nama-nama kalian.
[HR. Abu Dawud)
- Jangan sampai memberi nama yang artinya buruk.
- Jangan hanya berfikir bahasa Arabnya, namun fikirkan juga yang memiliki arti bagus.
- Jangan hanya nama yang sedang ngetren.
Nama dalam bahasa Indonesia, tidak apa-apa, asal artinya bagus.

3. Mengajarkan Al-Quran
(hukum dan adab di dalamnya)
- Orang tua pendidik yang utama
- Jika tidak mampu, bisa diserahkan kepada yang ahli namun tetap dalam kendali orang tua.
- Al-Manawi berkata ,"Sebagaimana kedua orang tua anda memiliki hak yang menjadi kewajiban anda, maka demikian pula anak-anak anda, mereka memiliki hak yg menjadi kewajiban anda. Hak mereka banyak, diantaranya mengajarkan mereka kewajiban-kewajiban pribadi (Sholat, Al-Quran), mengajarkan adab-adab syar'i (makan pakai tangan kanan, masuk kamar mandi diawali dengan kaki kiri), adil diantara mereka dalam hal pemberian, apakah dalam berbentuk hadiah, wakaf, atau sumbangan lainnya.
[Faidhul Qadhir,2/574]
- Mengajarkan adab sebelum ilmu
Tidak yang lebih utama yang diberikan orang tua kepada anaknya melebihi adab yang baik).
[HR. Tiemidzi dlm kita Birr wash Shilah, no. 1875]

[Tanya-Jawab]
1. Pernah membaca HR. Muslim, nama yang baik adalah Abdullah, Abdurrahman, ini kan nama untuk laki-laki, bagaimana dengan nama baik untuk perempuan?
Adab memberi nama memakai Asmaul Husna, berdiri sendiri atau bersambung dengan nama yang lain
Tulisan nama dalam dialek yang berbeda?
➡Jawab :
Tidak ada hadist secara tegas dalam pemberian nama kepada perempuan. Namun penyematan nama ini sesuai dengan tokoh. Diharapkan sang anak bisa belajar kepada tokoh tersebut tentang sifat, karakter, dan perilakunya, selain itu juga belajar maknanya yang bagus.
Kalau nama wanita tidak ada yang dikhususkan. Bisa diberikan nama wanita yang dijamin masuk surga,
- Maryam binti Imran
- Asiyah
- Fatimah
- Khadijah
Atau nama-nama yang lainnya.
Penyandingan nama Allah, harus disandingkan dengan yang lain
Misal : Abdul Aziz
dan tidak boleh diikutkan "Alif Lam" -nya, misal :
Ar-Rahman, hukumnya haram
Rahman, hukumnya boleh
Penamaan dengan dialek daerah dipersilahkan. Misalkan di Turki nama Muhammad menjadi Mohmed

2. Bagaimana seharusnya adab siswa terhadap guru?
Sekarang takzhim kepada ulama tidak seperti dulu lagi.
➡Jawab :
Islam memuliakan guru, karena menjadi bagian penting dalam peradaban.
Kalau guru tidak ada akan terjadi bencana.
Kalau orang tua menyadari guru itu gajinya kecil, maka sudah selayaknya mereka menghormati guru, minimal dengan kata yang santun ketika berbicara dengan mereka.
Kesalahan orang tua sekarang, tiba-tiba ketika anak mengadu akan tindakan guru yang dirasa menyakitinya (misalnya dimarahi karena melanggar aturan, tidak mengerjakan PR, rambutnya dipangkas karena panjang), orang tua langsung naik pitam, langsung melabraknya, karena tidak terima anaknya diperlakukan seperti itu.
Guru tidak selamanya benar, namun hanya berusaha mengajarkan yang baik. Guru sejelek apapun , harus kita muliakan.
Kemuliaan sebuah peradaban ini ditentukan dengan bagaimana caranya seorang siswa memuliakan gurunya. Dan kehinaan sebuah peradaban dimulai dengan seorang murid yang menghinakan gurunya.

3. LGBT, aktifitasnya sudah tersebar, bagaimana tips singkat untuk menyikapi kehidupan di tengah-tengah mereka ?
➡Jawab ==>
- Masalah ini diselesaikan dengan memberikan pendidikan karakter kepada anak bukan 'mensterilkan', mencegah anak untuk mengetahui hal-hal seperti ini, justru orang tua harus memperkenalkannya.
Cara islam yang benar yaitu dengan makrifatul jahiliyah.
Para sahabat matang, karena dididik dengan pengenalan kemaksiatan.
- Jangan menanamkan kebencian. Perilakunya yang kita benci tapi orangnya tetap kita dekati untuk diajak berbagi.
Ada satu kalimat yang menarik, waktu ustadz mengisi kajian di Cafe, ada yang bertanya :
Ustadz saya gay, kami ini kaum yg penuh kegelapan, sedangkan ustadz ini kaum yang penuh cahaya. Logikanya yang punya cahaya yang mendatangi kegelapan. Maka darisini kita harus belajar, untuk mengajak mereka, memberikan cahaya. Mereka harus disadarkan. Mereka harus diajak jangan diperangi. Kalau diperangi maka akan melawan, dan semakin membentuk penyimpangan.

4. Kalau dari hadist yang disebutkan tadi, berarti kita tidak boleh menggandengkan nama kita dan suami, akan mengaburkan, karena nama kita nantinya akan diikuti oleh nama ayah kita, bagaimana ustadz?
➡Jawab : Quran memberikan relasi, di dalam keluarga ada tiga kalimat :
- Orang tua - Anak : Qaulan Syadida
- Anak - Orang tua : Qaulan Karima
- Suami - Istri : Qaulan Ma'rufa, perlakuan
Hadist yang saya sebutkan tadi berkaitan dengan nasab.
Kalau di Arab, tanpa "bin/binti", orang sudah tahu bahwa nama di belakangnya adalah nama ayahnya. Di Arab juga tidak boleh memanggil "abi-umi," kepada pasangan, namun dengan panggilan "zauji".
Berbeda dengan di Indonesia. Maka boleh menyandingkan nama suami dibelakang nama istri, untuk menunjukkan bahwa "saya istrinya..", sedangkan untuk nasab tetap ke ayah, yaitu dengan memakai "bin"

5. Orang tua saya, bukan orang yang berpendidikan tinggi & kami orang Padang. Kami terbiasa dididik dengan kekerasan. Orang tua lama kelamaan berubah, sudah lebih baik, menasehati anak-anaknya. Namun terkadang, adik saya belum mengerti, dan mengatakan "ah, dulu ibu juga begitu (teringat keburukan ibunya sebelum berubah). Akhirnya Orang tua pun membiarkannya dan tidak menasehatinya lagi karena dia sudah punya suami. Lalu apa yang harus saya lakukan?
➡Jawab : kakak - adik
Allah mengatakan, nasehat itu kewajiban. Kewajiban kepada orang yang lebih dekat. Murid, tidak ada hubungan nasab kita nasehati. Teman, tidak ada hubungan nasab juga kita nasehati. Nah, sebagai seorang kakak wajib memberikan nasehat kebaikan kepada adiknya.

Wallahua'lam bish shawwab

Wassalaamu'alaykum Wr Wb
mesjidui.ui.ac.id
bit.ly/mesjidui
@masjidUI

Comments

  1. Terimakasih informasinya dari artikel anda, tentang Penjelasan durhaka kepada orang tua berikut artikel yang terkait tersebut di PENGERTIAN DAN CIRI-CIRI DURHAKA KEPADA ORANG TUA

    NB: Mohon tolong admin untuk di approve komentar saya ini bukan spam saya ketik sendiri komentarnya, kita saling membantu saja...kalau tidak ada dirugiakan apa salahnya saling membantu,, untuk kepentingan Seo dan kepentingan pengunjung blog anda mendapatkan informasi yang terkait terimakasih admin

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia