Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Tanggal 5 Desember 2015, saya baru saja melalui ujian besar yang sudah saya tunggu berbulan-bulan. IELTS namanya, tes kemampuan bahasa inggris sebagai bekal melanjutkan kuliah. Ujian ini terdiri dari dua jenis; ujian tertulis (meliputi listening, reading, dan writing) dan ujian nontulis (speaking). Dengan penilaian menggunakan band score dengan skala 1-9.

gambar diambil darisini


The Preparation
Persiapan belajarnya bisa dibilang mulai intens sejak 3 bulan sebelumnya, tapi efektifnya sekitar 1 bulan terakhir. Tapi ya namanya disambi ngasuh bayi, belajarnya kejar-kejaran sama jam tidur anak.

Setiap Asiyah bobo siang, saya kerjain soal-soal dari buku IELTS preparation sebisa mungkin. Ga harus sepaket (listening sampe speaking), sememungkinkan dan se-mood-nya saya aja. Misal selama Asiyah bobo siang 2 jam saya latihan listening 2 set plus 1 reading, dsb. Saat Asiyah bangun, saya nemenin dia main sambil dengerin youtube tentang teori bahasa inggris maupun tips spesifik untuk IELTS (favorit saya: IELTS Liz, IELTS Simon, dan Engvid Ronnie). Pas Asiyah bobo malem, lanjut ngerjain lagi 1-2 set soal.

Oiya jangan bayangin anak saya kalo bobo langsung awet lama ya, biasanya siang ataupun malam ia akan kebangun tiap setengah atau satu jam atau (kalau beruntung) dua jam sekali, jadi akan kepotong-kepotong belajarnya untuk menyusui sampai ia tidur lagi.

Strategi saya kemarin kurang lebih begini:
Sebulan pertama review grammar dari buku Betty Azar dengan cara bikin notes dan resumenya. Perlu ga perlu sih ini. Positifnya bikin ngerasa secure. Tapi kayaknya sebulan terlalu lama deh karena ga sedikit yang udah keburu lupa di akhirnya.
Sebulan kedua kuasain reading dan listening. Sambil sesekali intip-intip juga writing dan speaking.
Sebulan ketiga fokus writing dan speaking. Cukup berisiko sih ini, banyak yang bilang writing adalah bagian paling menantang. Saya sendiri baru nemuin format writing yang sreg seminggu sebelum hari H (jangan ditiru, huks).

Sekarang saya coba bahas satu-satu dengan asumsi sudah pada tahu format ujiannya ya, misal reading isinya bakal gimana, dan sebagainya. (Sila cek link-link diatas)

Secara Umum
Secara umum saya memulai belajar IELTS dengan modal nekat. Disaat banyak teman ambil kursus persiapan, saya ga bisa akses fasilitas itu disini. Selain itu, di Gothenburg tes IELTS ini tesnya lebih mahal dan lebih jarang. Saya cuma punya satu kesempatan untuk ambil IELTS sebelum harus daftar kuliah.

Tapi tugas manusia memang adalah berusaha (dan berdoa) kan? Hasil akhir biar Allah yang menuntun. Toh ikut kursus juga ga menjamin apa-apa, yang menjamin itu cuma Allah aja. Maka saya menguatkan diri dengan mengingat kembali 'moto' saya tentang ikhtiar,

"Ikhtiar adalah saat bayang-bayang kegagalan ada di depan mata, tapi kita tetap melakukan yang terbaik dalam tiap usaha. Karena kita yakin ada Ia yang Maha Kuasa, yang ketika Ia berkata 'jadi;, maka jadilah." -Anonymous

Reading
Awalnya saya kira bagian ini bisa dianaktirikan, tapi ternyata butuh latihan dan mengasah skill juga untuk bisa membaca dengan komprehensif, apalagi kalau wacananya tentang bidang yang saya ga terlalu nyambung (terlalu sosial atau musik).Sangat membantu bila kita lebih sering membaca portal berita berbahasa inggris dari jauh-jauh hari, biar lebih terbiasa membaca tulisan formal, selain itu untuk tambahan amunisi wawasan dalam menulis esay di bagian writing yang bisa aneka topik itu. Saya bacanya theguardian.com, kadang-kadang bbc.

Listening
Heu ini selain harus membiasakan denger video berbahasa inggris, mengekspose diri dengan mereka yang berbahasa inggris, yang terpenting juga adalah menajaga fokus selama rekaman listening diputar, karena hanya satu kali diputarnya.

Speaking
Berhubungan sama listening, speaking ini juga harus dilatih dengan mengekspose diri ke sumber berbahasa inggris. Waktu itu saya tiga kali seminggu ke open preschool Asiyah, disana saya memaksakan diri lebih banyak ngobrol ke ibu-ibu atau ibu guru yang tentunya kudu pake bahasa inggris. Awalnya saya sempet sedih karena kok mau ngomong tuh macet banget. Kadang ide udah di kepala tapi susah ngerangkai katanya, ngeblank aja gitu. Jangan menyerah kuncinya, coba aja terus sampe akhirnya lebih luwes sendiri. Saya juga terbantu sama app di android untuk speaking ielts, saya lupa namanya apa karena udah dihapus tapi coba di search insyaAllah nemu deh. Di app itu kita bisa dikasih aneka topik speaking berikut pertanyaannya, dan kita bisa merecord jawaban kita juga mendengar jawaban orang lain yang upload disana.

Writing
Format writing cukup beragam dari aneka sumber di internet, hal ini agak membingungkan bagi saya awalnya. Akhirnya saya memutuskan untuk stick ke dua sumber aja sebagai panutan (format keduanya sama) yakni Ielts Liz dan Ielts Simon (sila gugling dan tonton video/baca penjelasan di web nya ya ^^).

Fast forward.

Hari yang dinantikan pun tiba. Karena pesertanya banyak jadi saya dapet jadwal speaking satu hari sebelum written test, jadi dengan kata lain saya ujiannya 2 hari.

Berbekal positive feeling dari buku Kuantum Ikhlas, saya pun melalui ujian speaking ini dengan hati lapang dan menyenangkan. Bisa dibilang saya pulang dengan tenang karena merasa apa yang terjadi ya udah mentoknya begitu, ga ada yang disesali dan sebagainya.

Lalu hari kedua pun tiba.

Berbeda dengan kemarin, saya cukup deg-degan yang terlihat dari hilangnya nafsu makan saya untuk sarapan. Hanya 1-2 suap saja yang mampu saya telan, pertanda kalo saya cukup merasa tertekan.

Kondisinya saat itu adalah, saya belum pernah simulasi dari listening sampai writing berturut-turut sebagaimana ujian nanti. Selain itu, hasil uji coba writing sampai malam terakhir pun belum konsisten kualitasnya. Begitu banyak gambling dan kekurangsiapan, tapi bermodal nekat(?), saya pun berangkat. Ga lupa, sebelum keluar pintu, saya coba lakukan ikhtiar terakhir, yakni sedekah tanpa mikir. Bismillah!!

Listening berhasil dilalui dengan amburadul karena saya sempet nge-blank di dua sections yang masing-masing berisi kurang lebih 4 soal(!). Walaupun supernyesel, saya ga mau berlarut-larut, masih ada reading dan writing yang harus dikerjain dengan fokus.

Reading pun usai. Alhamdulillah wacana-wacananya relatif mudah, walaupun tetap ada ga yakin kurang lebih 5 soal(!).

Lalu writing pun dimulai. Nah, ini nih yang puncaknya. Writing di task 1 saya agak kesulitan memahami soal, tapi alhamdulillah bisa kekejar selesai walaupun mepet banget ga sempet koreksi banyak. Di writing task 2 saya merasa lebih percaya diri, saya berusaha praktikan saran-saran dari ielts simon dan ielts liz mengenai pemberian contoh di essay yang ga terlalu general (misal instead of bilang di negara maju tapi sebutin contoh misal amerika dengan policy blabla, dan sebagainya). Saya dapet tentang lingkungan gitu deh esaynya.

Akhirnya ujian pun selesai dan perlu waktu kurang lebih dua minggu sampai hasilnya keluar. Di jalan pulang pak suami memberikan video Asiyah yang lagi pake topi sambil nyuruh Bunda pulang, hehe. Alhamdulillah kondisi rumah aman terkendali walopun Asiyah ga berhasil diboboin siang. Begitu saya pulang, dia langsung nyusu dan ga sampe semenit tidur dengan pulasnya. Heu emang butuh Bunda untuk bobo ya nak :)

Dua minggu kemudian, ini dia hasilnya...

the result

Alhamdulillah for everything..


Dery Hefimaputri,
Ditulis pertama kali 20 Januari 2016, 
dilengkapi tanggal 30 Agustus 2016.

Comments

  1. Suka artikelnya mba. Smg sy jg bs melalui tes ielts.

    ReplyDelete
  2. kalo di tes di eropa perayaratnnya apa apaa saja mba ? dan berapa fee nya ?

    ReplyDelete
    Replies
    1. sekitar 3.5jt rupiah, syaratnya detilnya saya udah lupa, kayaknya cukup bayar dan data diri standar aja mba :)

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia