Pasti Ada Hikmahnya


Sebulan lebih sedikit, bersamamu, membangun rumah tangga seutuhnya.

Ceritanya saat ini saya masih menunggu untuk urusan personal number (personnummer) disini. Personnummer ini, seperti yang udah pernah saya singgung sedikit di (beberapa) post yang lalu, adalah semacam nomor kependudukan dari kantor pajak Swedia. Nomor ini bukan sekedar deretan angka kaya di KTP Indonesia, nomer ini bisa membuka berbagai akses dan fasilitas sosial secara cuma-cuma. Misalnya, fasilitas kesehatan gratis, sekolah gratis, social benefit seperti cuti untuk orang tua yang baru punya anak (lamanya bisa mencapai 480 hari), dan sebagainya.

Syarat dapat personnummer ga ribet sebenernya, cukup punya izin tinggal minimal setahun. Lalu, dimana problemnya? hehe.. Begini, status izin tinggal saya disini sendiri adalah dependent suami yang mana izin tinggalnya pun ngikutin suami. Izin tinggal suami sendiri bergantung dari kontrak kerjanya yang modelnya 1 tahun (kontrak part 1)- 2 tahun (kontrak part 2)- 2 tahun (kontrak part 3) jadi totalnya insyaAllah akan 5 tahun. Nah masalahnya, saat saya dateng kesini itu izin tinggalnya di masa pertengahan kontrak part 1, jadi hitungannya izin tinggal aka. resident permit saya kurang dari setahun. Walhasil saya harus urus perpanjangan izin tinggal dulu, dan masih on progress.. Kalau suami sendiri udah punya personnummer dari dulu, secara udah tiga tahun ada di Negara Skandinavia ini.

Personnummer menjadi penting mengingat saya berencana melahirkan disini. Kalo ada personnummer, semua biaya kontrol kandungan dan persalinan akan gratis. Sedangkan tanpa personnummer ini, biaya kontrol kandungan per kedatangan adalah sebesar 540 SEK (1 SEK~1700 IDR), dan biaya persalinan sendiri minimal 30.000 SEK dan maksimalnya wallahualam (bergantung kompleksitas proses kelahiran, dan sebagainya). Sangat ga murah buat kami. Opsi melahirkan di Indonesia kami nomer akhirkan karena kami (atau saya lebih tepatnya?) udah kadung ga kuat kalo harus LDR lagi. Kalo melahirkan di Indonesia otomatis harus nunggu umur bayinya 3-4 bulan baru bisa dibawa balik ke Swedia, makin lama lah waktu kita berkumpul jadi keluarga seutuhnya.. Maka kami saat ini sedang mendahulukan ikhtiar ngirit sengirit-ngiritnya(?) untuk persiapan dana seandainya personnummer saya belum keluar saat tiba masanya saya harus melahirkan (due datenya 6 minggu lagi).

Itu baru intro, hehe. Intinya saat ini kami lagi ngirit mode on, dan ikhtiar biar bisa lahiran segangsar mungkin biar kalo pun bayar semoga bayarnya seminimaal mungkin. Tahap ngirit ini udah sampe beli sepre aja kami mikir ribuan kali, 'perlu ga ya? kalopun perlu, perlu beli sekarang atau bisa ditunda?", hehe.. terdengar kasian yah.. tapi kalo dijalanin berdua tetep indah dan romantis kok ^^ *halah.. Selain itu saya juga jadi super selektif tiap belanja. Salah satu strateginya adalah dengan bikin list kebutuhan bulanan dan ngebandingin harganya dari tiap supermarket maupun pasar. Dengan begitu saya jadi tau, oh kalo mau beli susu kental manis itu disini, kalo mau beli daging itu disini, kalo mau beli pisang itu disini. Emang sih jadi perlu tenaga lebih untuk nyamperin beberapa tempat, tapi kalo emang yang mau dibeli ada beberapa barang kan berasa juga bedanya, hehe..

Terus tadi, saya ga sengaja liat video ini di newsfeed fb: video

Video itu menggambarkan kakak beradik (sang kakak berusia 10 tahun) yang sedang mengais remah-remah roti di Palestina. Sang kakak diwawancarai oleh yang merekam video tersebut. Disana ia menceritakan tentang hidup seperti apa yang mereka jalani selama kurang lebih setahun ini.

Setelah nonton itu saya bener-bener merasa jadi butiran debu.. Apa yang sedang kami hadapin ini ga ada seujung kuku dari apa yang mereka hadapi. Alhamdulllah kami masih bisa makan enak, kenyang, bergizi tiap harinya.. Alhamdulillah masih punya rumah yang nyaman dan luas untuk kami tinggali. Alhamdulillah bisa tidur dengan tenang di lingkungan yang juga baik.. Saya kehabisan kata-kata untuk mengeluh.. Ga ada yang pantas dikeluhkan..

Saya kadang suka kepikiran, di hari akhir nanti, apa yang akan mereka katakan pada Allah tentang saya, kita.. yang masih bisa hidup enak, disaat mereka kesusahan. yang masih suka buang-buang makanan, disaat mereka ga pernah merasa kenyang.

Nah mumpung kami masih diawal lembaran baru berumah tangga, semoga kami bisa menciptakan kebiasan dan nilai-nilai yang baik dalam keluarga. Well, yang udah lama berumah tangga juga ga ada salahnya menciptakan kebiasaan baru yang baik, dimana ada niat insyaAllah ada jalannya. Diantaranya, semoga bisa lebih hati-hati dalam mengelola makanan. Beli dan simpan yang secukupnya aja. Ga perlu belanja kebanyakan, yang berakibat lupa sendiri punya apa aja di kulkas, dan akhirnya tau-tau udah busuk aja.. Selain itu, masaklah yang emang yakin bisa dihabisin, kalopun masak banyak, bagus aja, tapi bagilah dengan orang lain.. Sebenernya semua itu udah dinasehatin suami saya sejak awal kita tinggal bersama, tapi dengan lihat video itu jadi makin powerful lah niatan untuk lebih berhati-hati.. Dan bisa dibilang pembentukan nilai-nilai ini semakin dipermudah dengan adanya drama personnummer. Alhamdulillah ya ada aja hikmahnya, hehe.

Hal lain yang bisa disyukuri dari momen-momen menanti personnummer aka momen-momen pengiritan ini adalah rasa lebih mawas terhadap pengeluaran. Jadi lebih sadar aja sebenernya yang kita butuhkan jauh lebih sedikit dari apa yang kita inginkan, and we can survive with just buy what we need. Ini adalah momen-momen berharga dalam milestone rumah tangga kami, masa-masa yang mendewasakan saya, si anak yang biasa hidup slebor dalam hidupnya. And i am happy. Bisa 'lepas' dari cengkraman nafsu pengen ini-itu bener-bener memberikan rasa kebebasan yang menyenangkan. Bebas dari 'diperbudak' keinginan lapar mata. Kalo pun nanti personnummer udah keluar, semoga gaya hidup dan pemikiran untuk hidup secukupnya dan ga berlebihan bisa terus ada di keluarga ini. Karena selalu ada yang lebih prioritas daripada membuang uang untuk hal yang konsumtif. Misalnya, nabung untuk haji? :) Who knows?

Alhamdulillah :)

Tulisan pengingat untuk diriku di masa depan,
you've been in this condition, with this point of view,

Gothenburg, 5 September 2014.

Comments

Popular posts from this blog

Persiapan IELTS Tanpa Preparation Class

Jalan-jalan Turki day 1: Ephesus!

Cerita Kehamilan di Indonesia dan Swedia