Ini tentang amar ma'ruf nahi mungkar.
Sekarang ini sering saya mendengar ungkapan orang-orang yang tidak tertarik dengan pemilihan umum, mulai dari skala nasioanl sampai skala kampus. Memang, semua yang ada dalam hidup itu pilihan. Dan mereka memilih untuk tidak memilih. Tidak ada yang salah, selama mereka juga harus siap menerima untuk tidak diterima keluhannya nanti.
Tentu saja ini subjektif dalam pandangan saya. Mereka yang diam, tidak peduli dengan siapa yang akan memimpinnya, berarti 'mendukung' (atau dengan kata lain membiarkan) siapa pun yang terpilih. Dan apakah pantas, mereka kelak mengomentari atau mencaci seseorang yang sebelumnya tidak mereka pedulikan?
*
Hanya menyadarkan,
saat kita memilih untuk tidak memilih, artinya kita harus siap untuk kehilangan hak 'berkata pedas' seolah ada hak kita yang tercerabut saat suatu hari pemimpin kita itu melakukan hal yang tidak kita senangi.
Sedangkan kalau kita memilih;
Bila yang kita pilih menang tentunya kita punya "hak" yang patut dituntut akan berbagai mimpi yang ia janjikan. Dan bila pun pilihan kita tidak menang, justru sejak awal kehadiran kita adalah sebagai orang yang lebih membutuhkan pembuktian akan kapabilitas sang pemimpin, sebagai pengawas.
Ada lagi hal yang lebih penting, saudaraku
Terkadang kita tak bisa lagi menutup mata akan apa yang terjadi di dunia ini. Relakah jika suatu hari pemimpin yang tidak takut pada tuhannya-lah yang akan memimpin kita? Dan penyebab hal itu diperparah oleh banyaknya suara yang hilang karena kita menutup mata.
Saat kita mengeluh tentang Indonesia, mengeluh tentang kota, mengeluh tentang kampus, lihatlah apakah kita telah cukup bertanggung jawab sebagai pemilih? Jika yang kita lakukan hanya berdiam, menutup mata terhadap apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi, maka nikmati saja keluhan itu sendiri, karena yang lain akan menutup telinga dari perkataan kita nanti.
Cerdas dalam memilih! :)
(hanya tulisan singkat, yang detilnya akan sangat panjang)
Tentu saja ini subjektif dalam pandangan saya. Mereka yang diam, tidak peduli dengan siapa yang akan memimpinnya, berarti 'mendukung' (atau dengan kata lain membiarkan) siapa pun yang terpilih. Dan apakah pantas, mereka kelak mengomentari atau mencaci seseorang yang sebelumnya tidak mereka pedulikan?
*
Hanya menyadarkan,
saat kita memilih untuk tidak memilih, artinya kita harus siap untuk kehilangan hak 'berkata pedas' seolah ada hak kita yang tercerabut saat suatu hari pemimpin kita itu melakukan hal yang tidak kita senangi.
Sedangkan kalau kita memilih;
Bila yang kita pilih menang tentunya kita punya "hak" yang patut dituntut akan berbagai mimpi yang ia janjikan. Dan bila pun pilihan kita tidak menang, justru sejak awal kehadiran kita adalah sebagai orang yang lebih membutuhkan pembuktian akan kapabilitas sang pemimpin, sebagai pengawas.
Ada lagi hal yang lebih penting, saudaraku
Terkadang kita tak bisa lagi menutup mata akan apa yang terjadi di dunia ini. Relakah jika suatu hari pemimpin yang tidak takut pada tuhannya-lah yang akan memimpin kita? Dan penyebab hal itu diperparah oleh banyaknya suara yang hilang karena kita menutup mata.
Saat kita mengeluh tentang Indonesia, mengeluh tentang kota, mengeluh tentang kampus, lihatlah apakah kita telah cukup bertanggung jawab sebagai pemilih? Jika yang kita lakukan hanya berdiam, menutup mata terhadap apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi, maka nikmati saja keluhan itu sendiri, karena yang lain akan menutup telinga dari perkataan kita nanti.
Cerdas dalam memilih! :)
(hanya tulisan singkat, yang detilnya akan sangat panjang)
Comments
Post a Comment