merangkai hikmah
Banyak pilihan membuat kita memiliki bargaining power yang lebih. Seperti kejadianku tadi, karena sampai Bandung (Pasteur) terlalu larut, aku memutuskan utk menuju kosan dengan taksi. Di Pasteur ini banyak taksi yang menunggu penumpang dipinggir jalan. Mereka berkelompok sesuai merk(?)-nya.
Taksi pertama yang kudatangi,
“Taksi neng? Mau kemana?” | “Ke tubagus pak” | “Mm tapi ga pake argo.”
Oh no no.. Selain karena merk taksinya yang tidak kukenal dan aku sedang malas tawar-menawar saat itu (apa emang ga bisa? haha), menurutku argo adalah hak konsumen. Dan tentunya menunjukkan profesionalitas taksi tersebut.
"Ga pak, makasih.”
Lalu aku terus berjalan sampai bertemu tempat taksi kedua, merknya ttp tdk kukenal,
“Ke tubagus pak?” | “Ga pake argo tapi neng, 50 ribu.”
Hee? normalnya ke tubagus itu 15-20ribu, subhanallah..
“Ga pak, makasih.”
Kulanjutkan perjalanan, ada satu taksi blue bird tak jauh dari sana.
“Ke tubagus pak?” |”Boleh, bapak izin nyalain argo ya neng.”
MasyaAllah, terasa banget bedanya. Sepanjang jalan, kurangkai doa untuk bapak taksi ini, ia bagai pahlawanku malam itu (?).
----------------
Pelajaran apa yg bisa dipetik? Dapat dilihat dari dua sudut pandang; saya dan taksi. Pertama, sbg konsumen saya merasa sangat beruntung karena sekarang ini ada begitu banyak merk taksi. Jika tidak sepakat dengan satu penawaran, dengan mudah saya bisa memilih yang lain. Seperti yang saya katakan di awal, banyaknya pilihan memberikan bargaining power yang lebih.
Sedangkan dari sudut pandang taksi sebagai penyedia jasa, apalagi kalau bukan integritas. Godaan menginginkan yang lebih dan lebih, dengan segala macam cara, terkadang bukannya membuat kita mendapatkan lebih, justru tidak dapat sama sekali.
Dan memang sudah rejekinya abang taksi blue bird. Walaupun argonya sedikit lebih mahal, tapi hati tenang dan senang.
*
Tulisan ini tidak ditujukan untuk lomba, iklan, atau apapun dari blue bird. Hanya menurut saya, ia pantas mendapatkan penghargaan. :)
Taksi pertama yang kudatangi,
“Taksi neng? Mau kemana?” | “Ke tubagus pak” | “Mm tapi ga pake argo.”
Oh no no.. Selain karena merk taksinya yang tidak kukenal dan aku sedang malas tawar-menawar saat itu (apa emang ga bisa? haha), menurutku argo adalah hak konsumen. Dan tentunya menunjukkan profesionalitas taksi tersebut.
"Ga pak, makasih.”
Lalu aku terus berjalan sampai bertemu tempat taksi kedua, merknya ttp tdk kukenal,
“Ke tubagus pak?” | “Ga pake argo tapi neng, 50 ribu.”
Hee? normalnya ke tubagus itu 15-20ribu, subhanallah..
“Ga pak, makasih.”
Kulanjutkan perjalanan, ada satu taksi blue bird tak jauh dari sana.
“Ke tubagus pak?” |”Boleh, bapak izin nyalain argo ya neng.”
MasyaAllah, terasa banget bedanya. Sepanjang jalan, kurangkai doa untuk bapak taksi ini, ia bagai pahlawanku malam itu (?).
----------------
Pelajaran apa yg bisa dipetik? Dapat dilihat dari dua sudut pandang; saya dan taksi. Pertama, sbg konsumen saya merasa sangat beruntung karena sekarang ini ada begitu banyak merk taksi. Jika tidak sepakat dengan satu penawaran, dengan mudah saya bisa memilih yang lain. Seperti yang saya katakan di awal, banyaknya pilihan memberikan bargaining power yang lebih.
Sedangkan dari sudut pandang taksi sebagai penyedia jasa, apalagi kalau bukan integritas. Godaan menginginkan yang lebih dan lebih, dengan segala macam cara, terkadang bukannya membuat kita mendapatkan lebih, justru tidak dapat sama sekali.
Dan memang sudah rejekinya abang taksi blue bird. Walaupun argonya sedikit lebih mahal, tapi hati tenang dan senang.
*
Tulisan ini tidak ditujukan untuk lomba, iklan, atau apapun dari blue bird. Hanya menurut saya, ia pantas mendapatkan penghargaan. :)
Comments
Post a Comment